QS. Al-Baqarah ayat 216. Tepat kurang lebih dua bulan yang
lalu, ia membuka Alquran dan menemukan ayat itu yang membuatnya meneteskan air mata saat membacanya dan hampir membutuhkan waktu kurang
lebih 2 pekan untuk bisa melanjutkan ayat selanjutnya. Seperti sedang ditohok
dan ditampar habis-habisan yang ia kaitkan dengan kehidupannya saat ini. Berat sekali
rasanya, dan mungkin ini adalah kali pertama mendapatkan ujian yang setiap
harinya selalu ia pertanyakan hikmah apa yang ingin Allah berikan padanya.
Sebuah tanggungan, sebuah pilihan yang melaju kala ia
benar-benar ingin meninggalkan tempat terindah dan ternyaman dalam hidupnya
dengan sangat teriris hatinya saat mengutarakan hal tersebut kepada mereka. Berkali
kali ia pikirkan, berkali kali ia istikhorohkan, ia tak dapat jawaban pasti. Yang
ia dapati setiap kali pulang selalu mendapat ceramah tentang orang tua. Entah dari
orang tuanya langsung, dari kakak-kakaknya bahkan adiknya yang selalu diam dan
cuek pun kadang pernah menjadi tim kemenangan mereka. Rumit, memang hidup itu
penuh kerumitan kalo kita sendiri yang menganggapnya rumit. Dan itu kala ia
mendapatkan kerumitan versinya yang bertubi-tubi keraguan datang saat memilih
untuk pergi. Hingga suatu ketika, saat ia merasa bersedih karena membayangkan
akan meninggalkan tempat itu, ia mencoba ingin mendiskusikannya kembali dengan orang
tuanya mungkin ada jalan lain selain harus pergi, mungkin mereka mau luluh dengan
apa yang ingin dipilihnya. Ia hanya bertanya, kenapa hati rasanya berat saat
memutuskan untuk usai di tempat indah itu. Tapi bukannya mendapat support dan
kekuatan lebih agar ia bisa memilih dengan nyaman dan aman, tapi ia merasa
sakit hati dengan jawaban salah satu orang tuanya(mudah-mudahan Allah mengampuninya).
Beliau berkata melalui pesan saat itu padanya, beliau mengatakan bahwa “terserah,
kamu sudah besar pasti bisa lebih memilih mana yang terbaik orang tuamu atau
orang lain” deg!jleb! kurang lebih begitu sih kata-katanya. Okey, kalo kamu
jadi ia ketika sedang sedih dan butuh support untuk lebih tenang dan diberikan perkataan
seperti itu, gimana perasaanmu? (silakan jawab sendiri ya). Seakan-akan saat
itu hidup itu menenggelamkannya, dan bukannya tambah yakin, jadi tambah sedih
dan ia merasa tak ada pilihan lain. Semua orang jika dihadapkan perkataan
seperti itu dan dengan posisi seorang Wanita yang belum menikah sudah pasti akan
memilih orang tuanya, kan? Itulah awal mula rasa sakit semakin menjadi. Ia seperti
dipaksa untuk memilih keadaan yang mungkin bukan pilihan keinginan dia sepenuhnya.
Tapi bukan berarti ia lebih memilih orang lain. Dalam pikirannya terlintas,
memang tak ada solusi lain selain harus pergi? Ia seolah sudah beku dan pasrah.
Apalagi saat di awal – awal kepulangannya yang disambut biasa saja. Hampir tiap
malam, tiap sholat, ia menangis tersedu jika teringat segala hal kenangan dan
rasa sakitnya yang membuat ia terbesit pikiran, apakah orang-orang tidak
mengerti perasaannya? Apakah ia tak boleh Bahagia? Apakah mereka tidak pernah
merasakan kehilangan sepahit ini? Kehilangan tempat yang selalu mendorong dia
untuk terus mendekatkan diri pada Allah, tempat yang setiap harinya ia bisa
mendapatkan banyak sekali kebaikan, tempat di mana ada teman-teman baik nan
sholeh-ah yang selalu mengingatkan dan menguatkannya, tempat di mana ia bisa
tersenyum lepas, tertawa lepas, dan tempat di mana ia mendapatkan banyak pembelajaran
dengan segudang kebaikan yang ada di dalamnya, serta tempat di mana setiap pagi
dan sore ia bisa memandang pemandangan yang sangat takjub dan tak pernah ia sering
lihat di luar sana, ma sya Allah. Apakah mereka merasakann? Sepertinya tidak
begitu detail, karena mereka belum pernah merasakan utuh seperti yang ia rasakan,
walau mungkin mereka pernah kehilangan tapi hanya sebatas kehilangan, tidak
dengan kasih sayang yang ia pernah ukir bertahun tahun di dalamnya. Hm, berat
sekali memang.
Lambat laun, ia mencoba untuk menerima, segala konsekuensi
yang ia pilih karena bisa jadi Allah akan memberikan sesuatu yang jauh lebih
baik dari kehilangan tersebut. Aamiin
Yang mungkin caranya ia harus merasakan terlebih dahulu
kepahitan dan keluar dari zona nyamannya agar bisa lebih berkembang dan bisa
lebih menerima kondisi di luar zona nyaman. Yang bisa jadi ini menjadi ladang
amal ia Allah kasih kesempatan untuknya berbakti. Setiap hari ia selalu meminta
pada Allah untuk dikuatkan dan dimudahkan untuk menerima segala hal yang ada. Iya,
mencoba untuk menerima.
Tapi ia mulai resah kembali saat kakaknya membantunya untuk
mengajar di tempat baru. Tempat yang sangat berbeda jauh dengan sebelumnya. Yang
dulu ia muridnya paling maksimal 20 orang yang pernah ia ajar, sekarang ia
harus mengajar dengan murid maksimal 40 lebih.
Yang dulu tempat ia ngajar muridnya sangat nurut tak pernah ada yang
suka alfa atau bolos, sekarang ia harus mengajar yang setiap harinya pasti aja
ada yang alfa/bolos/telat. Yang dulu ia mengajar bisa hanya dengan sedikit berbicara
menggunakan metode power point, sekarang tak bisa, ia harus mengeluarkan segala
ide dan suaranya saat mengajar karena kondisi fasilitasnya tidak sebaik dengan
sekolah yang dulu ia ajar. Yang dulu ia hanya mengajar satu mapel, sekarang ia
tiba-tiba diberi amanah 3 mapel dengan 2 mapel belum ia kuasai. Wajar, kalo
setiap kali ia selesai mengajar pulang ke rumah bisa langsung rebahan setelah
usai bersih-bersih diri. Tapi lagi-lagi orang-orang terdekatnya tidak memahami
ia. Kasihan sekali ya hihi.
Dari sebuah kehilangan, kemudian dipaksa keadaan untuk
menerima keadaan di lingkungan yang baru yang sangat berbeda dengan yang
sebelumnya, pastinya ia butuh proses penerimaan diri yang tak mudah.
Ia pasti merasa rungsing, merasa stress, merasa gatau harus
berbuat apa selain menerima, dan sempat juga merasa apakah ia harus enyah saja
dari kehidupan agar tidak menjadi beban orang terdekatnya. Wkwkwk pikirannya
pernah sampai sekacau, ia jadi sering murung, meratapi nasib tiada henti tiap
hari sambil berpikir keras apa sih yang ingin Allah kasih ke dia, pelajaran apa
yang ingin Allah beri ke dia sampai pada titik ia harus menerima keadaan ini. Ia
kesal kepada orang tua dan
kakak-kakaknya yang memberi ide untuk berada di lingkungan baru tersebut. Dan setiap
kali ia bercerita dan mengatakan perasaan tentang kondisi ia selama di tempat
kerja barunya,selalu saja yang ia dapati adalah ceramah hihi disuruh untuk lebih
banyak bersyukur, disuruh untuk dijalani dan dinikmati, pokonya diceramahi
berkali kali. Hingga ada satu waktu ia pernah bertanya bahwasanya kalo ia
memilih kembali ke lingkungan lama gimana? Lagi-lagi kena semprot ceramah panjang
kali lebar dan tinggi bahwasanya ia disuruh milih lagi, tapi anehnya pilihannya
itu mengarah ke arah ia harus tetap di lingkungan yang baru wkwkwk. Percuma kan
ngasih pilihan? Percuma juga ia bertanya wkwkw, kasian sekali ya dia, gaada
yang support hehe. Kalo ga salah kata-katanya tuh gini : “kalo kamu merasa ga
enak sama orang yang di sana silakan kembali ke sana, tapi kalo kamu ngerasa ga
enak sama orang tuamu ya silakan jalani yang di sini” coba perhatikan dari
diksinya, pasti secara logika arahanya tetap harus di tempat. Aneh kan
orang-orang terdekatnya wkwk.
Dan sekarang, ia hanya bisa menerima dan menjalani dengan
penuh kesabaran dan pengharapan agar orang-orang terdekat luluh dan memahami
keadaannya. Dan ia pun sangat berharap jika ada waktu untuk bisa keluar dari tempat
kerja barunya, mudah-mudahan Allah beri jalan dan digantikan dengan tempat yang
jauh lebih baik dan ditemukan dengan ornang-orang yang selalu mengingatkan dan menguatkan
ia disetiap episodenya tentunya yang sholeh-sholehah. Dan tempat kerja yang
bisa mendorong ia terus beribadah pada Allah sesuai syariatNya. Aamiin
Mudah-mudahan Allah kuatkan ia dan memudahkan segala urusannya..
Mudah-mudahan ia wafat dalam husnul khotimah. Aamiin
Tolong doakan ia ya,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar