Selasa, 30 Juli 2024

Juli 2024

 

QS. Al-Baqarah ayat 216. Tepat kurang lebih dua bulan yang lalu, ia membuka Alquran dan menemukan ayat itu yang membuatnya meneteskan air mata saat membacanya dan hampir membutuhkan waktu kurang lebih 2 pekan untuk bisa melanjutkan ayat selanjutnya. Seperti sedang ditohok dan ditampar habis-habisan yang ia kaitkan dengan kehidupannya saat ini. Berat sekali rasanya, dan mungkin ini adalah kali pertama mendapatkan ujian yang setiap harinya selalu ia pertanyakan hikmah apa yang ingin Allah berikan padanya.

Sebuah tanggungan, sebuah pilihan yang melaju kala ia benar-benar ingin meninggalkan tempat terindah dan ternyaman dalam hidupnya dengan sangat teriris hatinya saat mengutarakan hal tersebut kepada mereka. Berkali kali ia pikirkan, berkali kali ia istikhorohkan, ia tak dapat jawaban pasti. Yang ia dapati setiap kali pulang selalu mendapat ceramah tentang orang tua. Entah dari orang tuanya langsung, dari kakak-kakaknya bahkan adiknya yang selalu diam dan cuek pun kadang pernah menjadi tim kemenangan mereka. Rumit, memang hidup itu penuh kerumitan kalo kita sendiri yang menganggapnya rumit. Dan itu kala ia mendapatkan kerumitan versinya yang bertubi-tubi keraguan datang saat memilih untuk pergi. Hingga suatu ketika, saat ia merasa bersedih karena membayangkan akan meninggalkan tempat itu, ia mencoba ingin mendiskusikannya kembali dengan orang tuanya mungkin ada jalan lain selain harus pergi, mungkin mereka mau luluh dengan apa yang ingin dipilihnya. Ia hanya bertanya, kenapa hati rasanya berat saat memutuskan untuk usai di tempat indah itu. Tapi bukannya mendapat support dan kekuatan lebih agar ia bisa memilih dengan nyaman dan aman, tapi ia merasa sakit hati dengan jawaban salah satu orang tuanya(mudah-mudahan Allah mengampuninya). Beliau berkata melalui pesan saat itu padanya, beliau mengatakan bahwa “terserah, kamu sudah besar pasti bisa lebih memilih mana yang terbaik orang tuamu atau orang lain” deg!jleb! kurang lebih begitu sih kata-katanya. Okey, kalo kamu jadi ia ketika sedang sedih dan butuh support untuk lebih tenang dan diberikan perkataan seperti itu, gimana perasaanmu? (silakan jawab sendiri ya). Seakan-akan saat itu hidup itu menenggelamkannya, dan bukannya tambah yakin, jadi tambah sedih dan ia merasa tak ada pilihan lain. Semua orang jika dihadapkan perkataan seperti itu dan dengan posisi seorang Wanita yang belum menikah sudah pasti akan memilih orang tuanya, kan? Itulah awal mula rasa sakit semakin menjadi. Ia seperti dipaksa untuk memilih keadaan yang mungkin bukan pilihan keinginan dia sepenuhnya. Tapi bukan berarti ia lebih memilih orang lain. Dalam pikirannya terlintas, memang tak ada solusi lain selain harus pergi? Ia seolah sudah beku dan pasrah. Apalagi saat di awal – awal kepulangannya yang disambut biasa saja. Hampir tiap malam, tiap sholat, ia menangis tersedu jika teringat segala hal kenangan dan rasa sakitnya yang membuat ia terbesit pikiran, apakah orang-orang tidak mengerti perasaannya? Apakah ia tak boleh Bahagia? Apakah mereka tidak pernah merasakan kehilangan sepahit ini? Kehilangan tempat yang selalu mendorong dia untuk terus mendekatkan diri pada Allah, tempat yang setiap harinya ia bisa mendapatkan banyak sekali kebaikan, tempat di mana ada teman-teman baik nan sholeh-ah yang selalu mengingatkan dan menguatkannya, tempat di mana ia bisa tersenyum lepas, tertawa lepas, dan tempat di mana ia mendapatkan banyak pembelajaran dengan segudang kebaikan yang ada di dalamnya, serta tempat di mana setiap pagi dan sore ia bisa memandang pemandangan yang sangat takjub dan tak pernah ia sering lihat di luar sana, ma sya Allah. Apakah mereka merasakann? Sepertinya tidak begitu detail, karena mereka belum pernah merasakan utuh seperti yang ia rasakan, walau mungkin mereka pernah kehilangan tapi hanya sebatas kehilangan, tidak dengan kasih sayang yang ia pernah ukir bertahun tahun di dalamnya. Hm, berat sekali memang.

Lambat laun, ia mencoba untuk menerima, segala konsekuensi yang ia pilih karena bisa jadi Allah akan memberikan sesuatu yang jauh lebih baik dari kehilangan tersebut. Aamiin

Yang mungkin caranya ia harus merasakan terlebih dahulu kepahitan dan keluar dari zona nyamannya agar bisa lebih berkembang dan bisa lebih menerima kondisi di luar zona nyaman. Yang bisa jadi ini menjadi ladang amal ia Allah kasih kesempatan untuknya berbakti. Setiap hari ia selalu meminta pada Allah untuk dikuatkan dan dimudahkan untuk menerima segala hal yang ada. Iya, mencoba untuk menerima.

Tapi ia mulai resah kembali saat kakaknya membantunya untuk mengajar di tempat baru. Tempat yang sangat berbeda jauh dengan sebelumnya. Yang dulu ia muridnya paling maksimal 20 orang yang pernah ia ajar, sekarang ia harus mengajar dengan murid maksimal 40 lebih.  Yang dulu tempat ia ngajar muridnya sangat nurut tak pernah ada yang suka alfa atau bolos, sekarang ia harus mengajar yang setiap harinya pasti aja ada yang alfa/bolos/telat. Yang dulu ia mengajar bisa hanya dengan sedikit berbicara menggunakan metode power point, sekarang tak bisa, ia harus mengeluarkan segala ide dan suaranya saat mengajar karena kondisi fasilitasnya tidak sebaik dengan sekolah yang dulu ia ajar. Yang dulu ia hanya mengajar satu mapel, sekarang ia tiba-tiba diberi amanah 3 mapel dengan 2 mapel belum ia kuasai. Wajar, kalo setiap kali ia selesai mengajar pulang ke rumah bisa langsung rebahan setelah usai bersih-bersih diri. Tapi lagi-lagi orang-orang terdekatnya tidak memahami ia. Kasihan sekali ya hihi.

Dari sebuah kehilangan, kemudian dipaksa keadaan untuk menerima keadaan di lingkungan yang baru yang sangat berbeda dengan yang sebelumnya, pastinya ia butuh proses penerimaan diri yang tak mudah.

Ia pasti merasa rungsing, merasa stress, merasa gatau harus berbuat apa selain menerima, dan sempat juga merasa apakah ia harus enyah saja dari kehidupan agar tidak menjadi beban orang terdekatnya. Wkwkwk pikirannya pernah sampai sekacau, ia jadi sering murung, meratapi nasib tiada henti tiap hari sambil berpikir keras apa sih yang ingin Allah kasih ke dia, pelajaran apa yang ingin Allah beri ke dia sampai pada titik ia harus menerima keadaan ini. Ia kesal  kepada orang tua dan kakak-kakaknya yang memberi ide untuk berada di lingkungan baru tersebut. Dan setiap kali ia bercerita dan mengatakan perasaan tentang kondisi ia selama di tempat kerja barunya,selalu saja yang ia dapati adalah ceramah hihi disuruh untuk lebih banyak bersyukur, disuruh untuk dijalani dan dinikmati, pokonya diceramahi berkali kali. Hingga ada satu waktu ia pernah bertanya bahwasanya kalo ia memilih kembali ke lingkungan lama gimana? Lagi-lagi kena semprot ceramah panjang kali lebar dan tinggi bahwasanya ia disuruh milih lagi, tapi anehnya pilihannya itu mengarah ke arah ia harus tetap di lingkungan yang baru wkwkwk. Percuma kan ngasih pilihan? Percuma juga ia bertanya wkwkw, kasian sekali ya dia, gaada yang support hehe. Kalo ga salah kata-katanya tuh gini : “kalo kamu merasa ga enak sama orang yang di sana silakan kembali ke sana, tapi kalo kamu ngerasa ga enak sama orang tuamu ya silakan jalani yang di sini” coba perhatikan dari diksinya, pasti secara logika arahanya tetap harus di tempat. Aneh kan orang-orang terdekatnya wkwk.

Dan sekarang, ia hanya bisa menerima dan menjalani dengan penuh kesabaran dan pengharapan agar orang-orang terdekat luluh dan memahami keadaannya. Dan ia pun sangat berharap jika ada waktu untuk bisa keluar dari tempat kerja barunya, mudah-mudahan Allah beri jalan dan digantikan dengan tempat yang jauh lebih baik dan ditemukan dengan ornang-orang yang selalu mengingatkan dan menguatkan ia disetiap episodenya tentunya yang sholeh-sholehah. Dan tempat kerja yang bisa mendorong ia terus beribadah pada Allah sesuai syariatNya. Aamiin

Mudah-mudahan Allah kuatkan ia dan memudahkan segala urusannya..

Mudah-mudahan ia wafat dalam husnul khotimah. Aamiin

Tolong doakan ia ya,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar