Sabtu, 14 September 2024

Pikir

 

Di hari-hari yang kulewati masih selalu kusyukuri betapa sayangnya Allah memberikan banyak nikmat dalam diri. Setiap hari, setiap ku masih menghembuskan nafas ini, rasanya maluu tiada terkira jika membayangkan orang-orang yang susah payah bahkan harus membeli oksigen hanya untuk bernafas saja. Sedangkan aku, masih dengan normal melakukannya setiap hari. Lantas, nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan? tak pernah bersyukurlah yang membuatku terlena dan payah, apalagi jika selalu membanding-bandingkan nikmat orang lain yang sudah diukur jatahnya sama Allah. Harus selalu disentil masalah syukur dulu baru sadar.

Hmm yah begitulah kehidupan, kadang aku sendiri masih belum bisa mengelola hidupku sendiri karena kurang syukur dan keberterimaan tentang takdir yang Allah beri. Yang membuatku sakit tak bertepi, tangis yang tiada henti, bahkan pemikiran-pemikiran bodoh yang selalu muncul padahal sudah tau akibatnya apa. Manusia memang butuh diingatkan dan dikuatkan, di kala future tiba. Entah dengan cara apa Allah memberikannya, tapi kalo kitanya yang tidak berusaha untuk bangkit, future itu tetap tak mau beranjak. Jadi, mulai bangkitlah. Terimalah segala hal yang ada di sekitarmu, dan bersyukurlah.

Sudah hampir dua bulan aku pindah bekerja dengan perubahan dalam diriku semakin terlihat. Dari segi berbicara yang dulunya bertemu, bertegur sapa dengan orang-orang yang lemah lembut kini harus bertemu dengan orang-orang yang ketika berbicara dengannya harus dengan tenaga lebih dari sebelumnya. Karena itu budaya. Budaya wilayah dan daerahnya yang sudah terkenal keras, bukan berarti orang-orangnya memiliki hati keras, hanya saja gaya bicaranya seperti itu. Hanya dengan menerima dan mensyukurinya semua akan bisa berkomunikasi seperti biasa.

Sudah hampir 9 tahun  lebih aku hidup merantau, kembali lagi ke rumah dengan gaya baru hasil didikan rantau bukanlah hal yang mudah. Dan lingkungan sangat berpengaruh pada kondisi seseorang, baik dari pakaian, makanan, atau bahkan interaksi. 4 tahun aku kuliah dengan kondisi ngekost sendiri, dan 5 tahun aku bekerja dengan kondisi hidup bersama-sama dengan pegawai di dalamnya. Dan itu, aku mempunyai pandangan berbeda dari segi budayanya. Hidup sendiri di kamar dengan hidup bersama-sama dengan teman-teman di kamar pastinya berbeda kebiasaan dan berbeda interaksi. Dan semuanya ada banyak hikmah yang kudapat dari kebaikan-kebaikan mereka. Pun saat ini, hidup satu rumah dengan orang tua dan satu adik pastinya mempunyai cerita lain dan interaksi yang lain, yang tiap harinya ada kakak yang kadang suka tiba-tiba hadir di rumah tanpa diundang. Budayanya berbeda, sungguh itulah yang aku rasakan dan baru menyadarinya. Tentunya semua bisa berjalan dengan baik jika kita mau saling menerima bukan? Hanya saja cara masing-masing orang menerima kita itu berbeda-beda. Ada yang suka memberi makanan tanpa berbicara banyak atau ada yang suka memberi nasehat dengan tindakan yang sedanya. Dan itu semua bukti bahwa mereka mau menerima. Bukannya mau menerima itu sama dengan kasih sayang?

Salah satu budaya yang kusukai di rumah adalah kebersamaannya tentang segala hal, dan salah satu budaya yang tak kusukai di rumah adalah cara menyampaikan pesan. Kadang ada salah paham dan tidak satu frekuensi dalam menyampaikan komunikasi. Dan itulah yang mengakibatkan seseorang akan merasa tidak dihargai dan tidak diterima.

 

Aku sangat menyukai cara mengajak kebersamaan dalam setiap agenda. Contohnya, makan. Di keluargaku mempunyai budaya makan itu harus bersama-sama dengan waktu yang sudah ditentukan dan tergantung fleksibilitasnya. Kalo ada anggota keluarga yang belum hadir pasti akan terus dipanggil-panggil kecuali kalo si anggota sedang ada keperluan dan belum lapar. Makanannya enak atau tidak, mewah atau tidak, akan lebih terasa nikmat jika bersama-sama, itulah yang selalu dibudayakan di keluargaku. Dan aku paling suka kalo makan lauknya ayam dan blekutak apalagi kalo ada sayur sop dan sambal beuuh ma sya Allah nikmatnya. Tapi itulah yang selalu kutunggu-tunggu setiap saat karena tidak setiap hari dan tidak setiap minggu ada hehe. Lagi-lagi bersyukur adalah hal terpenting yang bisa membuat hamba bisa menerima.

Aku juga belajar bersyukur bahwa setiap tempat ada momennya, dan setiap tempat kita tidak bisa membanding-bandingkan hanya untuk menyamainya. Karena itu akan membuat kita semakin tidak bersyukur apa yang kita punya saat ini.

Menurutku, semua permasalahan yang ada dalam kehidupan adalah karena salah paham dan tidak mau menerima satu sama lain. Komunikasi menjadi asset sangat penting dalam berinteraksi. Jika salah mengucap satu kata saja maka akan berakibat prasangka bagi yang mendengarnya. Yah, semua permasalahan bisa diselesaikan dengan duduk bersama dan berkomunikasi yang baik yang didalamnya mau saling menerima dan satu frekuensi. Duduk bersama tidak mesti harus formal, bisa diajak ke tempat-tempat makan atau tempat yang sejuk sembari berjalan-jalan. Dan ingat, semuanya hanya butuh saling menerima.

Dan aku tau bahwa alasan kenapa Allah akan memberikan pahala dan hikmah yang besar bagi yang ridho akan ketetapanNya. Karena semua takdir itu baik. Yang membuatnya rusak itu pikiran manusianya sendiri.

Dan termasuk diriku, selama ini telah merusak diri sendiri dengan pikiran dan suuzon pada takdir Allah. Walao kadang terasa berat memikulnya tapi pastinya Allah menyimpan segudang hikmah dan pelajaran untukku diambil dengan cara menerimanya terlebih dahulu. Menerima apa-apa yang sudah terjadi.

Dan benar aku merasakannya sendiri, di kala aku mulai menerima, hal terbesar yang kurasakan adalah ketenangan. Jika sudah menerima, tinggal bagaimana berpikir untuk bisa menyelesaikan takdir ini dengan sebaik mungkin untuk bisa menjemput takdir takdir yang lain.

Ketika kita mencoba menerima, maka orang sekitarpun akan menerima jua, apapun itu.

So, terimalah dan syukurilah.

Senin, 09 September 2024

Kasih Sayang Allah pada hambanya

 

Malam hari, seperti biasanya karena esok hari ada jadwal mengajar, aku berkutat dengan buku-buku mapel yang ingin diajarkan dan laptop untuk mencari sumber dan bahan ajar. Apalagi, mapel yang diajarkan tidak sesuai dengan jurusan, rasanya lebih dua kali lipat aku harus mempelajarinya. Pernah menyerah? Pernah. Hingga pusing kepala untuk memahami maksudnya. Aku memang suka sejarah, tapi tidak suka dengan luasnya budaya di dalamnya. Tidak suka dengan tanggal-tanggal dan kapan budaya masuk ke Indonesia, karena waktu dan tanggalnya ada beberapa versi jadi untuk menghafal dan memahami itu semua rasanya energi yang digunakan seharian habis seketika. Pernah seketika aku memilih untuk membolos mengajar karena tidak tau apa yang harus disampaikan. Pasalnya fasilitas sekolah masih terbatas. Kalo bisa berbasis internet dan aku bisa menggunakan power point, gambar, dan video mungkin itu akan mempermudah aku dan tidak akan sepusing ini. Huuufht, aku jadi berpikir hebatnya guru-guru lain di sini bertaham dalam mengajar dengan versi sederhana dan lebih banyak ceramah yang harus dibungkus dengan semenyenangkan mungkin. Yang katanya kurikulum sudah merdeka, nyatanya guru sepertiku masih melambai tangan menginginkan dimerdekakan.

Aku type orang yang menyukai structural, kalo disuruh jawab soal, aku lebih menyukai menjawab secara urut, tidak mengacak. Dan aku akan sangat kesal jika jadwal dan struktur kehidupan aku tidak sesuai apa yang diinginkan. Aku akan berontak dan kecewa sama diri sendiri, kesal, dan juga marah. Apalagi jika waktu yang digantikan itu untuk hal-hal yang kurang berguna. Seperti tadi malam. Aku sudah exited untuk belajar prakarya dan antropologi, baru juga mencari sumber setengah tentang prakarya, tiba-tiba ada yang mengetuk kamarku dengan suara ketukan cepat “rind, sini kumpul, keluar dulu” suara sang kakak pertama yang baru datang menjelang jam 8 malam. Kesal, aku tidak mengerti kenapa orang bisa bertamu di jam-jam seenaknya, tidak mengerti waktu malam adalah untuk tidur dan mengisi energi di esok hari apa? Aku kadang suka tidak habis nurul dengan mereka yang bertamu seperti itu, dan itu suka dilakukan oleh kakak-kakaku sendiri, ya walaupun ke rumah orang tua tapi kan harusnya lebih memahami adab adabnya bukan, sekalipun ke sodara kandung sendiri. Kan kita tidak tau, orang di rumah secape apa dalam pekerjaannya seharian? Hmmm tapi ya mungkin beliau-beliau punya alasan sendiri. Jadi, aku harus bersikap realistis walau kesal berkali-kali.

Dengan kesal aku berkata sedikit teriak dari dalam kamar “aku mau belajar!” jawabku.

Beberapa detik kemudia ketukan itu datang lagi “eh, rind, ga sopan ada kakak tuh sini kumpul dulu, belajar tuh ada waktunya, sini dulu keluar!” ucapnya kembali.

Jika sudah lebih dari satu kali ada peringatan, itu artinya aku harus memenuhinya. Yah begitulah kehidupan di rumah. Entah kenapa semua orang selalu ingin dihormati dan dihargai, tanpa melihat orang lain juga ingin dihormati dan dihargai. Karena aku hanya seorang adik pengais bungsu yang tak punya kuasa banyak, jadi yam au gamau harus mengikuti aturannya. Dengan sangat kesal karena jadwalku diganggu, aku siap-siap memakai lengkap karena ada kakak iparku juga di luar. Sebagai seorang perempuan yang mempunyai kakak ipar laki-laki otomatis harus tetap menjaga auratnya bukan?

Aku pun ke ruang tamu dengan muka cemberut. Aku sudah menebak apa yang akan dibicarakan… tentang pekerjaanku, tentang aku dinasehatin agar ikut P3K lah, aku harus ikut PNS lah, dll. Aku yang sedang kesal itu hanya terdiam dan gamau berbicara apapun karena masih mengingat jadwalku yang terganggu itu. Pukul set.10 malam kakaku akhirnya pulang. Jarak rumahnya cukup jauh sih, kalo ga macet bisa 1 jam kalo macet bisa berjam-jam.

Setelah beliau-beliau pulang, aku kembali kekamar. Ya, jurus andalan untuk mengekspresikan kekesalanku adalah menangis hehhe. Aku menangis di kamar sambil curhat sama diri sendiri dan juga ke Allah tentunya, mencari inti dari semuanya, sampai waktu pun bergulir sampai pukul 22.00 wib. Yang tadinya semangat mau belajar untuk esok hari akhirnya aku memutuskan untuk mengakhirinya saja karena aku gamau begadang. Dan udah pasrah besoknya mau ngajar apa-apanya.

Keeseokan harinya, aku masih menyimpan kekesalan itu, aku berangkan ke sekolah dengan hati kesal dan pasrah. dan sesampainya di sekolah, apel pun dimulai. Apel hanya diikuti oleh guru-guru yang diisi dengan berdoa sebelum memulia mengajar yang dipimpin oleh guru Ikhwan. Aku dengan pasrah dan seadanya masuk kelas X untuk mengajar prakarya. Dan di kelas ternyata anak laki-lakinya baru dua orang yag hadir, dan murid perempuan pada mengoceh dan melobi aku untuk bercerita saja karena esoknya akan libur. Aku melihat dari kejauhan murid laki-laki bergerombol sedang berjalan dan feelingku pasti mereka males untuk belajar karena bentar lagi mau libur. Tak pikir Panjang lagi, aku pun masuk kelas dan menyapa murid-murid. Seperti biasa layaknya guru di awal pembelajaran melakukan pembukaan dan mengulas materi sebelumnya, beberapa menit kemudian, datanglah gerombolan anak laki-laki kelas tersebut yang sengaja telat, mereka nyengir sambil masuk. Dan seperti biasa aku akan menanyakan alasannya dan disuruh untuk istigfar dan berjanji agar tidak telat. Uniknya ngajar di tempat sekarang adalah, tidak hanya di cara mengajarnya saja aku harus berpikir keras agar anak-anak bisa mengikuti dengan baik, tapi mencari anak-anak yang bolos atau memberikan komitmen kepada yang telat, dan memberikan kesepakatan kepada yang suka izin keluar kelas yang biasanya mereka akan berbelok beli gorengan dan es ke kantin, jadi aku mengikuti ajaran temanku yang katanya kalo ada siswa yang izin ke wc bilang aja “Ibu nitip gorengan ya untuk temen sekelas” mereka hanya nyengir dan berkata "bener ke wc ko bu” atau yang menjawab “siap bu” tapi kembali tanpa membwa gorengan. Yah begitulah, mengajar di kelas besar yang jumlah muridnya tidak hanya 10-20 tapi lebih dari 30 bahkan lebih 40. Guru tidak hanya bersusah payah mencari cara mengajar, tapi mencari murid yang bolos dan telat, kalo aku melihat ada yang bolos dan melihat anaknya lagi di mana, suka aku samperin sih. Dan uniknya lagi, yang bolos itu sedang maen bola atau nongkrong di kantin. Selain itu sebagai balasannya aku mengurangi poin mereka juga agar jera, tapi nyatanya ga jera-jera. Kadang aku berpikir dengan cara apalagi agar mereka bisa berubah. Tapi, yang Namanya manusia, tidak bisa mengubah karakter, yang bisa merubah yakni yang pemegang hati, yakni Allah Swt., jalan akhirnya ya si aku hanya bisa berdoa untuk anak-anakuu itu yang sangat astagfirulloh dan ma syaa Allah itu mudah-mudahan menjadi anak yang sholeh/ah. Ternyata, bolosnya tidak hanya di kelas aku saja, tapi di pelajaran lain juga sama, aku kira mereka tidak menyukai caraku mengajar atau mapelnya tapi memang merekanya saja yang ingin selalu dimanja wkwk.

Duh jadi Panjang. Balik lagi ya, jadi saat itu, aku melihat ada satu murid yang telat dan nengok-nengok dari jendela kelas, ketahuan deh sama aku, aku liat dari pintu dan mereka lari. Hmm memangnya aku mau ajak mereka ucing-ucingan apa. tapi alhamdulillahnya aku tau siapa yang bolos itu, jadi aku bisa mencirikannya, alhamdulillahnya mataku jeli wkwk.

Beberapa menit berlalu aku sudah mulai mau masuk ke materi, dan tiba-tibaa “toktok” suara pintu kelas “bu punten, kata Bapak kepala, anak-anak disuruh untuk ke mushola …..” guru laki-laki memakai baju kemeja putih dan peci di atas kepalanya mengatakan kepadaku. Suara sorak senang membuncah dari dalam kelas aku mengajar “ooh iya pak, ada yang harus dibawa mereka ga pak?” tanyaku. “bawa alat tulis aja bu” jawabnya “iya pak, terima kasih”.

Hmmm sudah pasti ini pertanda pembelajaran hari ini tidak akan kondusif. Aku pun menutup kelas, dan pergi ke kantor.

Di kantor, ibu-ibu berbincang bincang tentang ada kegiatan apa dan apakah pembelajaran berjalan atau tidak. Dan ibu-ibuuu mengobrolkan kalo ga belajar kita akan menengok Mis Zizie yang baru melahirkan di 25 hari yang lalu. Waktu berjalan dan tiba-tiba salah satu guru akhwat dipanggil kepala sekolah dan tentunya bukan aku ya, karena aku masih baru. Namanya bu Alif, setelah dari kepala sekolah bu Alif memberitahu guru-guru akhwat kalo guru akhwat gapapa nengok Mis Zizie saja dan ngajar dibebaskan untuk hari ini. Senyum sumringah pun berkembang dari mulut kami hehe. Kami berlima berangkat ke rumah miss Zizie yang jarakanya sekitar 30 menitan kurang lebih ya. Dan sepanjang perjalanan aku berpikir tentang sayangnya Allah padaku, dan pada hamba-hamba lainnya.

Aku yang tadi malam kesal karena gabisa membuat scenario pembelajaran ternyata Allah mempunyai rencana lain padaku yang membuatku lebih jatuh cinta lagi padaNya. Terima kasih ya Allah.  Allah Maha Baiik sangaaaat baiiiik, dan aku merasa maluuu :( karena masih suka banyak ngeluh. Maafkan aku ya Rabb. tidak hanya itu, setelah nengok Mis Zizie, ternyata sekolah memberikan uang transport kepada yang nengok, dan kami berencana untuk nyeblak.. aah rasanya aku baru merasakan Bahagia dengan guru-guru akhwat di tempat yang baru ini. Di perjalanan aku banyak berpikir juga hikmah dari semuanya, aku berpikir bahwasanya aku selalu meminta untuk dikumpulkan dengan orang-orang yang sholeh/ah. Dan aku merasa bersyukur dipertemukan dengan mereka. Terima kasih ya, dan maaf kalo aku belum bisa terbuka dan belum menjadi diri sendiri di sekolah karena adaptasiku yang tak mudah.

Sepanjang perjalanan aku merasa malu pada Allah dan aku terbuai akan cintaNya. Allahku, maafkan dan ampuni hambamu ini yang masih suka egois dengan rencana yang dibuat, dan masih suka kesal kalo rencanaku tak sampai, dan ternyata rencanaMu jauh lebih indah dibalik rencanaku yang tak seberapa. Ampuni hambaMu ini yang so tau ya Rabb.

Semoga aku bisa lebih belajar dewasa dalam mengambil hikmah. Aamiin

Jazakumullohu khayran katsiron

Selasa, 03 September 2024

bahagia? ulah siapa.


Hai, hari ini tanggal 3 September 2024. Enggk kerasa ya udah hampir mau dua bulan aku enggak merantau. Tapi, rasanya masih sama. Merindu dan kangen merantau. Entah harus sampai kapan aku melewati perasaan rindu ini. Rindu pada tempat yang sudah kuukir tanpa dibawah kaki keluarga sendiri. Mengukir dengan tertatih dan terjaga oleh Allah Swt., yang di dalamnya banyak sekali perasaan dan pembelajaran yang kudapatkan. Dan saat harus berjalan lagi dari nol, rasanya energi dan bekalnya sudah tidak sekuat dahulu. Ya, aku saat ini seperti terlalu payah untuk memulai. Pasalnya, aku belum menerima dengan baik kondisi dan segala hiruk pikuk di tempat baruku. Ternyata, adaptasi itu tidak semudah yang dibayangkan dan diucapkan orang-orang ya. Hmm, bisa jadi sih karena akunya yang belum mau membuka lembaran baru secara lebar-lebar. Karena aku belum bisa menghapus cita dan cintaku yang dahulu. Dan karena aku belum bisa menerima hal yang baru.

Dan ternyata berjalan sendiri lagi dengan atau tanpa support keluarga sesuai yang diinginkan itu tidak sesuai ekspektasi yang dibayangkan. Dan, lebih lelah rasanya. Hmmm padahal ini baru dua bulan kan? Aku udah sepayah ini, sikapku banyak yang berubah, kondisiku juga banyak yang berubah, lebih payah deh dari di tempat sebelumnya. Kasian pokonya kalo ngeliat aku yang sekarang. Sekali lagi, ini baru dua bulan, lantas, bagaimana dengan bulan-bulan selanjutnya? Kayanya aku harus lebih berjuang lagi untuk bangkit, walao entah dengan cara apa lagi aku bisa bertahan tanpa merasa tertekan. Kecuali, atas izin dan kekuatan dari Yang Maha Esa, Allah Swt.,

Kadang, aku malu. Malu melihat teman-temanku di luar sana yang di usiaku sudah mempunyai suami, mempunyai anak, melanjutkan S2, S3, bahkan ada yang sampai sudah diangkat pegawai Negeri, atau ada yang sudah hafal berjuz-juz Al quran dan sampai hatam. Lantas, aku sendiri, masih dengan kondisiku yang lemah, masih sendiri, masih di jenjang yang belum menuju ke jenjang selanjutnya, dan masih menjadi guru honorer yang mengajarkan sesuatu yang tidak sesuai mapelnya dengan gaji yang tidak seberapa. Tanggapan keluarga? Tau sendiri bagaimana. Tertekan karena kadang menyuruhku untuk segera nyari jodohlah, ikut tes ini itu lah, lanjut es2 es esan lah ahhh gitulah pokonya walau mereka g maksa dan anya bisa berbicara berbicara dan berbicara tanpa mensupport dan memberikan solusi jelasnya diriku seperti bertambah menurun dan payah. Payah sekali kan diriku saat ini.

Aku punya cita-cita sangat mulia, hanya saja semuanya dirombak dan hancur karena keluarga. Tapi ini memang aku yang memutuskan atas dasar tekanan yang kalo dikembalikan ke masa lalu pasti tidak ada yang mau disalahkan. Ya, semuanya memang salahku. Karena manusia hanya ingin merasa dirinya paling benar dan tidak mau disalahkan. Kalo mau flashback, rasanya sakit dan sedihnya masih belum berkurang jika tiba-tiba datang, sakit. Dadanya sakit sampai sesak jika dibayangkan sambil menangis. Masih teringat dengan jelas, sebelum aku berpindah dari tempat itu, aku selalu saja diberikan nasehat dan omongan-omongan agar aku bisa segera pindah dari tempat tersebut. Sebenarnya bukan hal baru ucapan-ucapan dari keluarga baik kakak ato orang tua sendiri yang menyuruhku untuk segera pindah. Tapi sudah dari beberapa tahun yang lalu. Entah, mereka sepertinya cemburu atau memang sengaja agar aku di rumah dengan kondisi seperti sekarang. Ingatanku sangat jelas, kala aku sedang bersedih dan minta support bahwasanya aku bingung apa bisa tidak melewati kehidupan diluar zona nyaman, tapi nyatanya sarannya sungguh sangat membuatku terisak sampai terseduh. Ucapan dari keluarga yang membuatku semakin sakit, dan tertekan. Hingga aku menjadi seperti sekarang.

Katanya, orang itu bisa berubah karakternya karena factor lingkungan. Dan mungkin aku salah satu orang yang berubah karena lingkungan tersebut. dan aku sangat agak membenci diriku saat ini. karena aku seperti bukan aku yang dahulu. ku kehilangan energi, kehilangan semangat, walau aku jalani segala hiruk pikuknya. Walau ini harus kutanggung karena keputusanku saat itu yang sangat tertekan. Mungkin, ini fase ujian sakitku. Maaf ya, wahai diri. Kamu dibawa oleh jiwa yang rapuh sampai titik ini. Kamu selalu menanggung beban kekesalan dan kesedihan jiwa yang harusnya menanggung resiko atas pilihannya sendiri. Kamu jarang membahagiakanmu sendiri dan lebih mementingkan keinginan orang lain. Kamu itu berhak Bahagia, hanya saja mungkin kamu tidak tau cara menjemput bahagiamu sendiri. Kamu mau kan memafkan dirimu sendiri yang lemah ini, windaningsih? Maafkan keluargamu juga ya, mereka itu sayang ko sama kamu, hanya saja cara-caranya mungkin di luar ekspekstasimu, tidak seperti orang tua atau keluarga teman-temanmu yang sangat ramah dan lembut itu. Maafkan mereka ya..

Ya, kali ini aku hanya bisa berdoa dan berikhtiar semampuku untuk bisa mengambil kembali senyum dan tawaku. Mudah-mudahan ada kebahagian yang lebih yang bisa menghilangkan kesedihan terpahit yang kualami saat ini. Yang bisa membuat cita dan cinta baru yang lebih indah. Aamiin  

Maaf, dan terima kasih, wahai diri.

Semangat terus yaa, sampai kamu menemukan titik indah itu. Keep fighting, kamu ga sendiri ko, ada Allah yang membersamai.😊