Di hari-hari yang kulewati masih selalu kusyukuri betapa sayangnya
Allah memberikan banyak nikmat dalam diri. Setiap hari, setiap ku masih
menghembuskan nafas ini, rasanya maluu tiada terkira jika membayangkan orang-orang
yang susah payah bahkan harus membeli oksigen hanya untuk bernafas saja. Sedangkan
aku, masih dengan normal melakukannya setiap hari. Lantas, nikmat Tuhan mana
lagi yang kau dustakan? tak pernah bersyukurlah yang membuatku terlena dan
payah, apalagi jika selalu membanding-bandingkan nikmat orang lain yang sudah
diukur jatahnya sama Allah. Harus selalu disentil masalah syukur dulu baru
sadar.
Hmm yah begitulah kehidupan, kadang aku sendiri masih belum
bisa mengelola hidupku sendiri karena kurang syukur dan keberterimaan tentang
takdir yang Allah beri. Yang membuatku sakit tak bertepi, tangis yang tiada
henti, bahkan pemikiran-pemikiran bodoh yang selalu muncul padahal sudah tau
akibatnya apa. Manusia memang butuh diingatkan dan dikuatkan, di kala future tiba.
Entah dengan cara apa Allah memberikannya, tapi kalo kitanya yang tidak
berusaha untuk bangkit, future itu tetap tak mau beranjak. Jadi, mulai
bangkitlah. Terimalah segala hal yang ada di sekitarmu, dan bersyukurlah.
Sudah hampir dua bulan aku pindah bekerja dengan perubahan
dalam diriku semakin terlihat. Dari segi berbicara yang dulunya bertemu, bertegur
sapa dengan orang-orang yang lemah lembut kini harus bertemu dengan orang-orang
yang ketika berbicara dengannya harus dengan tenaga lebih dari sebelumnya. Karena
itu budaya. Budaya wilayah dan daerahnya yang sudah terkenal keras, bukan
berarti orang-orangnya memiliki hati keras, hanya saja gaya bicaranya seperti
itu. Hanya dengan menerima dan mensyukurinya semua akan bisa berkomunikasi
seperti biasa.
Sudah hampir 9 tahun lebih aku hidup merantau, kembali lagi ke
rumah dengan gaya baru hasil didikan rantau bukanlah hal yang mudah. Dan lingkungan
sangat berpengaruh pada kondisi seseorang, baik dari pakaian, makanan, atau
bahkan interaksi. 4 tahun aku kuliah dengan kondisi ngekost sendiri, dan 5 tahun
aku bekerja dengan kondisi hidup bersama-sama dengan pegawai di dalamnya. Dan
itu, aku mempunyai pandangan berbeda dari segi budayanya. Hidup sendiri di
kamar dengan hidup bersama-sama dengan teman-teman di kamar pastinya berbeda
kebiasaan dan berbeda interaksi. Dan semuanya ada banyak hikmah yang kudapat
dari kebaikan-kebaikan mereka. Pun saat ini, hidup satu rumah dengan orang tua
dan satu adik pastinya mempunyai cerita lain dan interaksi yang lain, yang tiap
harinya ada kakak yang kadang suka tiba-tiba hadir di rumah tanpa diundang. Budayanya
berbeda, sungguh itulah yang aku rasakan dan baru menyadarinya. Tentunya semua bisa
berjalan dengan baik jika kita mau saling menerima bukan? Hanya saja cara
masing-masing orang menerima kita itu berbeda-beda. Ada yang suka memberi makanan
tanpa berbicara banyak atau ada yang suka memberi nasehat dengan tindakan yang
sedanya. Dan itu semua bukti bahwa mereka mau menerima. Bukannya mau menerima itu
sama dengan kasih sayang?
Salah satu budaya yang kusukai di rumah adalah kebersamaannya
tentang segala hal, dan salah satu budaya yang tak kusukai di rumah adalah cara
menyampaikan pesan. Kadang ada salah paham dan tidak satu frekuensi dalam
menyampaikan komunikasi. Dan itulah yang mengakibatkan seseorang akan merasa
tidak dihargai dan tidak diterima.
Aku sangat menyukai cara mengajak kebersamaan dalam setiap
agenda. Contohnya, makan. Di keluargaku mempunyai budaya makan itu harus
bersama-sama dengan waktu yang sudah ditentukan dan tergantung
fleksibilitasnya. Kalo ada anggota keluarga yang belum hadir pasti akan terus
dipanggil-panggil kecuali kalo si anggota sedang ada keperluan dan belum lapar.
Makanannya enak atau tidak, mewah atau tidak, akan lebih terasa nikmat jika
bersama-sama, itulah yang selalu dibudayakan di keluargaku. Dan aku paling suka
kalo makan lauknya ayam dan blekutak apalagi kalo ada sayur sop dan sambal beuuh
ma sya Allah nikmatnya. Tapi itulah yang selalu kutunggu-tunggu setiap saat
karena tidak setiap hari dan tidak setiap minggu ada hehe. Lagi-lagi bersyukur
adalah hal terpenting yang bisa membuat hamba bisa menerima.
Aku juga belajar bersyukur bahwa setiap tempat ada momennya,
dan setiap tempat kita tidak bisa membanding-bandingkan hanya untuk menyamainya.
Karena itu akan membuat kita semakin tidak bersyukur apa yang kita punya saat
ini.
Menurutku, semua permasalahan yang ada dalam kehidupan
adalah karena salah paham dan tidak mau menerima satu sama lain. Komunikasi
menjadi asset sangat penting dalam berinteraksi. Jika salah mengucap satu kata saja
maka akan berakibat prasangka bagi yang mendengarnya. Yah, semua permasalahan
bisa diselesaikan dengan duduk bersama dan berkomunikasi yang baik yang
didalamnya mau saling menerima dan satu frekuensi. Duduk bersama tidak mesti
harus formal, bisa diajak ke tempat-tempat makan atau tempat yang sejuk sembari
berjalan-jalan. Dan ingat, semuanya hanya butuh saling menerima.
Dan aku tau bahwa alasan kenapa Allah akan memberikan pahala
dan hikmah yang besar bagi yang ridho akan ketetapanNya. Karena semua takdir
itu baik. Yang membuatnya rusak itu pikiran manusianya sendiri.
Dan termasuk diriku, selama ini telah merusak diri sendiri
dengan pikiran dan suuzon pada takdir Allah. Walao kadang terasa berat
memikulnya tapi pastinya Allah menyimpan segudang hikmah dan pelajaran untukku
diambil dengan cara menerimanya terlebih dahulu. Menerima apa-apa yang sudah
terjadi.
Dan benar aku merasakannya sendiri, di kala aku mulai
menerima, hal terbesar yang kurasakan adalah ketenangan. Jika sudah menerima,
tinggal bagaimana berpikir untuk bisa menyelesaikan takdir ini dengan sebaik
mungkin untuk bisa menjemput takdir takdir yang lain.
Ketika kita mencoba menerima, maka orang sekitarpun akan
menerima jua, apapun itu.
So, terimalah dan syukurilah.