Selasa, 03 September 2024

bahagia? ulah siapa.


Hai, hari ini tanggal 3 September 2024. Enggk kerasa ya udah hampir mau dua bulan aku enggak merantau. Tapi, rasanya masih sama. Merindu dan kangen merantau. Entah harus sampai kapan aku melewati perasaan rindu ini. Rindu pada tempat yang sudah kuukir tanpa dibawah kaki keluarga sendiri. Mengukir dengan tertatih dan terjaga oleh Allah Swt., yang di dalamnya banyak sekali perasaan dan pembelajaran yang kudapatkan. Dan saat harus berjalan lagi dari nol, rasanya energi dan bekalnya sudah tidak sekuat dahulu. Ya, aku saat ini seperti terlalu payah untuk memulai. Pasalnya, aku belum menerima dengan baik kondisi dan segala hiruk pikuk di tempat baruku. Ternyata, adaptasi itu tidak semudah yang dibayangkan dan diucapkan orang-orang ya. Hmm, bisa jadi sih karena akunya yang belum mau membuka lembaran baru secara lebar-lebar. Karena aku belum bisa menghapus cita dan cintaku yang dahulu. Dan karena aku belum bisa menerima hal yang baru.

Dan ternyata berjalan sendiri lagi dengan atau tanpa support keluarga sesuai yang diinginkan itu tidak sesuai ekspektasi yang dibayangkan. Dan, lebih lelah rasanya. Hmmm padahal ini baru dua bulan kan? Aku udah sepayah ini, sikapku banyak yang berubah, kondisiku juga banyak yang berubah, lebih payah deh dari di tempat sebelumnya. Kasian pokonya kalo ngeliat aku yang sekarang. Sekali lagi, ini baru dua bulan, lantas, bagaimana dengan bulan-bulan selanjutnya? Kayanya aku harus lebih berjuang lagi untuk bangkit, walao entah dengan cara apa lagi aku bisa bertahan tanpa merasa tertekan. Kecuali, atas izin dan kekuatan dari Yang Maha Esa, Allah Swt.,

Kadang, aku malu. Malu melihat teman-temanku di luar sana yang di usiaku sudah mempunyai suami, mempunyai anak, melanjutkan S2, S3, bahkan ada yang sampai sudah diangkat pegawai Negeri, atau ada yang sudah hafal berjuz-juz Al quran dan sampai hatam. Lantas, aku sendiri, masih dengan kondisiku yang lemah, masih sendiri, masih di jenjang yang belum menuju ke jenjang selanjutnya, dan masih menjadi guru honorer yang mengajarkan sesuatu yang tidak sesuai mapelnya dengan gaji yang tidak seberapa. Tanggapan keluarga? Tau sendiri bagaimana. Tertekan karena kadang menyuruhku untuk segera nyari jodohlah, ikut tes ini itu lah, lanjut es2 es esan lah ahhh gitulah pokonya walau mereka g maksa dan anya bisa berbicara berbicara dan berbicara tanpa mensupport dan memberikan solusi jelasnya diriku seperti bertambah menurun dan payah. Payah sekali kan diriku saat ini.

Aku punya cita-cita sangat mulia, hanya saja semuanya dirombak dan hancur karena keluarga. Tapi ini memang aku yang memutuskan atas dasar tekanan yang kalo dikembalikan ke masa lalu pasti tidak ada yang mau disalahkan. Ya, semuanya memang salahku. Karena manusia hanya ingin merasa dirinya paling benar dan tidak mau disalahkan. Kalo mau flashback, rasanya sakit dan sedihnya masih belum berkurang jika tiba-tiba datang, sakit. Dadanya sakit sampai sesak jika dibayangkan sambil menangis. Masih teringat dengan jelas, sebelum aku berpindah dari tempat itu, aku selalu saja diberikan nasehat dan omongan-omongan agar aku bisa segera pindah dari tempat tersebut. Sebenarnya bukan hal baru ucapan-ucapan dari keluarga baik kakak ato orang tua sendiri yang menyuruhku untuk segera pindah. Tapi sudah dari beberapa tahun yang lalu. Entah, mereka sepertinya cemburu atau memang sengaja agar aku di rumah dengan kondisi seperti sekarang. Ingatanku sangat jelas, kala aku sedang bersedih dan minta support bahwasanya aku bingung apa bisa tidak melewati kehidupan diluar zona nyaman, tapi nyatanya sarannya sungguh sangat membuatku terisak sampai terseduh. Ucapan dari keluarga yang membuatku semakin sakit, dan tertekan. Hingga aku menjadi seperti sekarang.

Katanya, orang itu bisa berubah karakternya karena factor lingkungan. Dan mungkin aku salah satu orang yang berubah karena lingkungan tersebut. dan aku sangat agak membenci diriku saat ini. karena aku seperti bukan aku yang dahulu. ku kehilangan energi, kehilangan semangat, walau aku jalani segala hiruk pikuknya. Walau ini harus kutanggung karena keputusanku saat itu yang sangat tertekan. Mungkin, ini fase ujian sakitku. Maaf ya, wahai diri. Kamu dibawa oleh jiwa yang rapuh sampai titik ini. Kamu selalu menanggung beban kekesalan dan kesedihan jiwa yang harusnya menanggung resiko atas pilihannya sendiri. Kamu jarang membahagiakanmu sendiri dan lebih mementingkan keinginan orang lain. Kamu itu berhak Bahagia, hanya saja mungkin kamu tidak tau cara menjemput bahagiamu sendiri. Kamu mau kan memafkan dirimu sendiri yang lemah ini, windaningsih? Maafkan keluargamu juga ya, mereka itu sayang ko sama kamu, hanya saja cara-caranya mungkin di luar ekspekstasimu, tidak seperti orang tua atau keluarga teman-temanmu yang sangat ramah dan lembut itu. Maafkan mereka ya..

Ya, kali ini aku hanya bisa berdoa dan berikhtiar semampuku untuk bisa mengambil kembali senyum dan tawaku. Mudah-mudahan ada kebahagian yang lebih yang bisa menghilangkan kesedihan terpahit yang kualami saat ini. Yang bisa membuat cita dan cinta baru yang lebih indah. Aamiin  

Maaf, dan terima kasih, wahai diri.

Semangat terus yaa, sampai kamu menemukan titik indah itu. Keep fighting, kamu ga sendiri ko, ada Allah yang membersamai.😊

Tidak ada komentar:

Posting Komentar