Selasa, 01 Oktober 2024

geleng-geleng

 

Ada hal menarik yang membuatku geleng-geleng kepala di tempat aku ngajar di salah satu sekolah berbabsis islami yang ada di Cirebon. Hal pertam yang kutemui, ketika memasuki kelas X karena aku mengajar prakarya di sana jadi aku memerintahkan mereka untuk membuat satu buah karya perkelompok. Ada satu orang yang bertanya yang membautku kesal “Ibu, boleh ga kita buat buket?” tanya murid laki-laki dari kelompok A. “ada nilai ergonomis/fungsinya tidak?” tanyaku balik. Karena percuma membuat karya tapi tidak ada arti dan maknanya kan?

“hmmm, ada buuu” jawab salah satu dari mereka. “apa?” tanyaku lagi. “buat lamar Ibu boleh enggak?” sontak teman-teman yang lain memandangnya dengan penuh kaget dan heran begitupun denganku, dan kutau ia bercanda, tapi bercandanya tidak lucu dan membuatku kesal “astagfirulloh anak iniii,, enggak boleh, ganti jangan buat itu, ibu gaakan terima karyanya kalo kalian tujuannya ga jelas dan gaada nilai fungsi yang sesuai.” Jawabku sambil sedikit ngegas. “ibu kan gatau yang Namanya jodoh mah” jawab amurid laki-laki itu lagi. “ga boleh ya bageur soleh pinter” jawabku lagi. Ada-ada saja mereka wkwk.

Hari-hari berikutnya aku pernah masuk ke salah satu kelas XII saat mengawas ujian. Karena aku baru pertama kali  masuk jadi mereka tau bahwa aku adalah guru baru. Ada yang mengatakan aku bu haji, ada yang mengatakan ini itu, tapi aku hiraukan dan ga peduli dengan ucapan-ucapan aneh mereka yang penting focus sama amanahku saat itu. Tiba-tiba dari murid perempuan ada yang bertanya “bu, Ibu punya anak cowok ga?” tanyanya yang membuatku kaget wkwk. “punya, banyak” jawabku singkat. “anak cowo ibu murid-murid Ibu di sekolah” jawabku singkat. “kamu mau pilih mana?” tanyaku padanya. “ih enggak bu” jawabnya malu-malu wkwk. Hal kedua yang membuatku kaget dan geleng-geleng kepala lagi saat aku masuk ke kelas XII lagi dengan kelas yang berbeda saat mengawas ujian. Seperti biasa karena aku orang baru pastinya mereka sangat penasaran denganku, ada yang menanyakan tentang nama dan rumahnya di mana, dan lain-lain. Tiba-tiba ada juga yang nyeletuk “bu, Ibu mirip Ning Laila” what? Wkwk “iya, tapi Ibu mah Ning-sih” wkwk aku yang sebenarnya tidak tau siapa itu Ning Laila hanya mengucapkan terima kasih saja wkwk. Lalu dari kelas tersebut di rumah aku cari-cari siapa ning Laila wkwk.

Hari-hari lainnya yang membuatku terkekeh dan geleng-geleng kepala lagi adalah saat aku mengajar di salah satu kelas XI, kemudian ada yang minta untuk ketemu sebentar yang katanya penting. “Bu, punten itu ada yang mau ketemu” kata salah satu murid putri. “oh, iya sebentar ya ibu tinggal dulu” kemudian aku temui tuh muridnya, ternyata di luar ada dua murid perempuan sambil bawa LKS dan menghampiriku.

“Ibu maaf mengganggu waktunya, kita mau nanya tentang Gaya gesek, katanya Ibu jago” pernyataan yang membuatku kaget dan terbelalak dan ingin tertawa mendengarnya. “kata siapa ibu jago?” tanyaku pada mereka “kata kelas X” Allahu Akbar! Seketika aku pikir-pikir apakah aku pernah mengajarkan IPA di kelas X dan tak kutemui satupun di memori aku pernah ngajarin IPA ke mereka. Allahu Rabbi apa lagi ini wkwkw. Dengan professional aku pun mengatakan pada mereka “punten ya neng, Ibu tuh ga jago IPA bahkan Ibu bukan pengajar IPA, sepertinya ada misskom antar kelas X nya. Tapi emang mau nanya apa tadi” jawabku sambil pura-pura menenangkan diri padahal syock wkwk. “ini bu contoh gaya gesek” ucapnya dan membuatku langsung teringat bu saroh, guru IPA di Mutiara Ummah tempat aku dulu mengajar. Bu Saroh tolong aku wkwk “ohh contoh gaya gesek setau ibu aja ya, setau ibu mah kalian naik mobil atau motor terus ngerem nah itu ada gaya geseknya, terus kalian mindahin kursi atau meja dengan digresek itupun ada gaya gesek, pun saat kalian jalan kaki pake sendal dengan tidak diangkat kakinya itu pun ada gaya geseknya” jawabku yang mudah-mudahan bisa menjawab maksud mereka wkwk. “oh iya bu, makasih ya bu” lalu mereka pergi. Bu Saroh, terima kasih, aku teringat saat bu saroh mengobrol tetang gaya gesek kala itu, terima kasih ya Allah sudah membantuku mengingat memori bersama bu saroh wkwk.

Ada lagi, saat aku sedang menunggu jam ngajar d kantor, aku didatangi juga oleh anak perempuan dua orang tapi dengan orang yang berbeda. “ada apa ya?” tanyaku sambil menyunggingkan senyuman. “Ibu kita mau nanya stunting hehe” kata salah satu di antara mereka. “ha? Stunting penyimpangan bukan?” tanyaku yang pura-pura tau tapi sempat denger sih. “iya bu” jawabnya. “oh sebentar ya takutnya ibu salah” aku pun mencoba mencari tau “oh ya, stanting itu lebih ke kondisi sesorang yang berbeda dengan yang lainnya karena kurangnya gizi” jawabku kepada mereka. “oh iya bu makasih ya bu” jawab mereka lalu pergi.

Dari sanalah aku merasa bahwa menjadi guru harus siap jadi apapun. Wkwk

Sabtu, 14 September 2024

Pikir

 

Di hari-hari yang kulewati masih selalu kusyukuri betapa sayangnya Allah memberikan banyak nikmat dalam diri. Setiap hari, setiap ku masih menghembuskan nafas ini, rasanya maluu tiada terkira jika membayangkan orang-orang yang susah payah bahkan harus membeli oksigen hanya untuk bernafas saja. Sedangkan aku, masih dengan normal melakukannya setiap hari. Lantas, nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan? tak pernah bersyukurlah yang membuatku terlena dan payah, apalagi jika selalu membanding-bandingkan nikmat orang lain yang sudah diukur jatahnya sama Allah. Harus selalu disentil masalah syukur dulu baru sadar.

Hmm yah begitulah kehidupan, kadang aku sendiri masih belum bisa mengelola hidupku sendiri karena kurang syukur dan keberterimaan tentang takdir yang Allah beri. Yang membuatku sakit tak bertepi, tangis yang tiada henti, bahkan pemikiran-pemikiran bodoh yang selalu muncul padahal sudah tau akibatnya apa. Manusia memang butuh diingatkan dan dikuatkan, di kala future tiba. Entah dengan cara apa Allah memberikannya, tapi kalo kitanya yang tidak berusaha untuk bangkit, future itu tetap tak mau beranjak. Jadi, mulai bangkitlah. Terimalah segala hal yang ada di sekitarmu, dan bersyukurlah.

Sudah hampir dua bulan aku pindah bekerja dengan perubahan dalam diriku semakin terlihat. Dari segi berbicara yang dulunya bertemu, bertegur sapa dengan orang-orang yang lemah lembut kini harus bertemu dengan orang-orang yang ketika berbicara dengannya harus dengan tenaga lebih dari sebelumnya. Karena itu budaya. Budaya wilayah dan daerahnya yang sudah terkenal keras, bukan berarti orang-orangnya memiliki hati keras, hanya saja gaya bicaranya seperti itu. Hanya dengan menerima dan mensyukurinya semua akan bisa berkomunikasi seperti biasa.

Sudah hampir 9 tahun  lebih aku hidup merantau, kembali lagi ke rumah dengan gaya baru hasil didikan rantau bukanlah hal yang mudah. Dan lingkungan sangat berpengaruh pada kondisi seseorang, baik dari pakaian, makanan, atau bahkan interaksi. 4 tahun aku kuliah dengan kondisi ngekost sendiri, dan 5 tahun aku bekerja dengan kondisi hidup bersama-sama dengan pegawai di dalamnya. Dan itu, aku mempunyai pandangan berbeda dari segi budayanya. Hidup sendiri di kamar dengan hidup bersama-sama dengan teman-teman di kamar pastinya berbeda kebiasaan dan berbeda interaksi. Dan semuanya ada banyak hikmah yang kudapat dari kebaikan-kebaikan mereka. Pun saat ini, hidup satu rumah dengan orang tua dan satu adik pastinya mempunyai cerita lain dan interaksi yang lain, yang tiap harinya ada kakak yang kadang suka tiba-tiba hadir di rumah tanpa diundang. Budayanya berbeda, sungguh itulah yang aku rasakan dan baru menyadarinya. Tentunya semua bisa berjalan dengan baik jika kita mau saling menerima bukan? Hanya saja cara masing-masing orang menerima kita itu berbeda-beda. Ada yang suka memberi makanan tanpa berbicara banyak atau ada yang suka memberi nasehat dengan tindakan yang sedanya. Dan itu semua bukti bahwa mereka mau menerima. Bukannya mau menerima itu sama dengan kasih sayang?

Salah satu budaya yang kusukai di rumah adalah kebersamaannya tentang segala hal, dan salah satu budaya yang tak kusukai di rumah adalah cara menyampaikan pesan. Kadang ada salah paham dan tidak satu frekuensi dalam menyampaikan komunikasi. Dan itulah yang mengakibatkan seseorang akan merasa tidak dihargai dan tidak diterima.

 

Aku sangat menyukai cara mengajak kebersamaan dalam setiap agenda. Contohnya, makan. Di keluargaku mempunyai budaya makan itu harus bersama-sama dengan waktu yang sudah ditentukan dan tergantung fleksibilitasnya. Kalo ada anggota keluarga yang belum hadir pasti akan terus dipanggil-panggil kecuali kalo si anggota sedang ada keperluan dan belum lapar. Makanannya enak atau tidak, mewah atau tidak, akan lebih terasa nikmat jika bersama-sama, itulah yang selalu dibudayakan di keluargaku. Dan aku paling suka kalo makan lauknya ayam dan blekutak apalagi kalo ada sayur sop dan sambal beuuh ma sya Allah nikmatnya. Tapi itulah yang selalu kutunggu-tunggu setiap saat karena tidak setiap hari dan tidak setiap minggu ada hehe. Lagi-lagi bersyukur adalah hal terpenting yang bisa membuat hamba bisa menerima.

Aku juga belajar bersyukur bahwa setiap tempat ada momennya, dan setiap tempat kita tidak bisa membanding-bandingkan hanya untuk menyamainya. Karena itu akan membuat kita semakin tidak bersyukur apa yang kita punya saat ini.

Menurutku, semua permasalahan yang ada dalam kehidupan adalah karena salah paham dan tidak mau menerima satu sama lain. Komunikasi menjadi asset sangat penting dalam berinteraksi. Jika salah mengucap satu kata saja maka akan berakibat prasangka bagi yang mendengarnya. Yah, semua permasalahan bisa diselesaikan dengan duduk bersama dan berkomunikasi yang baik yang didalamnya mau saling menerima dan satu frekuensi. Duduk bersama tidak mesti harus formal, bisa diajak ke tempat-tempat makan atau tempat yang sejuk sembari berjalan-jalan. Dan ingat, semuanya hanya butuh saling menerima.

Dan aku tau bahwa alasan kenapa Allah akan memberikan pahala dan hikmah yang besar bagi yang ridho akan ketetapanNya. Karena semua takdir itu baik. Yang membuatnya rusak itu pikiran manusianya sendiri.

Dan termasuk diriku, selama ini telah merusak diri sendiri dengan pikiran dan suuzon pada takdir Allah. Walao kadang terasa berat memikulnya tapi pastinya Allah menyimpan segudang hikmah dan pelajaran untukku diambil dengan cara menerimanya terlebih dahulu. Menerima apa-apa yang sudah terjadi.

Dan benar aku merasakannya sendiri, di kala aku mulai menerima, hal terbesar yang kurasakan adalah ketenangan. Jika sudah menerima, tinggal bagaimana berpikir untuk bisa menyelesaikan takdir ini dengan sebaik mungkin untuk bisa menjemput takdir takdir yang lain.

Ketika kita mencoba menerima, maka orang sekitarpun akan menerima jua, apapun itu.

So, terimalah dan syukurilah.

Senin, 09 September 2024

Kasih Sayang Allah pada hambanya

 

Malam hari, seperti biasanya karena esok hari ada jadwal mengajar, aku berkutat dengan buku-buku mapel yang ingin diajarkan dan laptop untuk mencari sumber dan bahan ajar. Apalagi, mapel yang diajarkan tidak sesuai dengan jurusan, rasanya lebih dua kali lipat aku harus mempelajarinya. Pernah menyerah? Pernah. Hingga pusing kepala untuk memahami maksudnya. Aku memang suka sejarah, tapi tidak suka dengan luasnya budaya di dalamnya. Tidak suka dengan tanggal-tanggal dan kapan budaya masuk ke Indonesia, karena waktu dan tanggalnya ada beberapa versi jadi untuk menghafal dan memahami itu semua rasanya energi yang digunakan seharian habis seketika. Pernah seketika aku memilih untuk membolos mengajar karena tidak tau apa yang harus disampaikan. Pasalnya fasilitas sekolah masih terbatas. Kalo bisa berbasis internet dan aku bisa menggunakan power point, gambar, dan video mungkin itu akan mempermudah aku dan tidak akan sepusing ini. Huuufht, aku jadi berpikir hebatnya guru-guru lain di sini bertaham dalam mengajar dengan versi sederhana dan lebih banyak ceramah yang harus dibungkus dengan semenyenangkan mungkin. Yang katanya kurikulum sudah merdeka, nyatanya guru sepertiku masih melambai tangan menginginkan dimerdekakan.

Aku type orang yang menyukai structural, kalo disuruh jawab soal, aku lebih menyukai menjawab secara urut, tidak mengacak. Dan aku akan sangat kesal jika jadwal dan struktur kehidupan aku tidak sesuai apa yang diinginkan. Aku akan berontak dan kecewa sama diri sendiri, kesal, dan juga marah. Apalagi jika waktu yang digantikan itu untuk hal-hal yang kurang berguna. Seperti tadi malam. Aku sudah exited untuk belajar prakarya dan antropologi, baru juga mencari sumber setengah tentang prakarya, tiba-tiba ada yang mengetuk kamarku dengan suara ketukan cepat “rind, sini kumpul, keluar dulu” suara sang kakak pertama yang baru datang menjelang jam 8 malam. Kesal, aku tidak mengerti kenapa orang bisa bertamu di jam-jam seenaknya, tidak mengerti waktu malam adalah untuk tidur dan mengisi energi di esok hari apa? Aku kadang suka tidak habis nurul dengan mereka yang bertamu seperti itu, dan itu suka dilakukan oleh kakak-kakaku sendiri, ya walaupun ke rumah orang tua tapi kan harusnya lebih memahami adab adabnya bukan, sekalipun ke sodara kandung sendiri. Kan kita tidak tau, orang di rumah secape apa dalam pekerjaannya seharian? Hmmm tapi ya mungkin beliau-beliau punya alasan sendiri. Jadi, aku harus bersikap realistis walau kesal berkali-kali.

Dengan kesal aku berkata sedikit teriak dari dalam kamar “aku mau belajar!” jawabku.

Beberapa detik kemudia ketukan itu datang lagi “eh, rind, ga sopan ada kakak tuh sini kumpul dulu, belajar tuh ada waktunya, sini dulu keluar!” ucapnya kembali.

Jika sudah lebih dari satu kali ada peringatan, itu artinya aku harus memenuhinya. Yah begitulah kehidupan di rumah. Entah kenapa semua orang selalu ingin dihormati dan dihargai, tanpa melihat orang lain juga ingin dihormati dan dihargai. Karena aku hanya seorang adik pengais bungsu yang tak punya kuasa banyak, jadi yam au gamau harus mengikuti aturannya. Dengan sangat kesal karena jadwalku diganggu, aku siap-siap memakai lengkap karena ada kakak iparku juga di luar. Sebagai seorang perempuan yang mempunyai kakak ipar laki-laki otomatis harus tetap menjaga auratnya bukan?

Aku pun ke ruang tamu dengan muka cemberut. Aku sudah menebak apa yang akan dibicarakan… tentang pekerjaanku, tentang aku dinasehatin agar ikut P3K lah, aku harus ikut PNS lah, dll. Aku yang sedang kesal itu hanya terdiam dan gamau berbicara apapun karena masih mengingat jadwalku yang terganggu itu. Pukul set.10 malam kakaku akhirnya pulang. Jarak rumahnya cukup jauh sih, kalo ga macet bisa 1 jam kalo macet bisa berjam-jam.

Setelah beliau-beliau pulang, aku kembali kekamar. Ya, jurus andalan untuk mengekspresikan kekesalanku adalah menangis hehhe. Aku menangis di kamar sambil curhat sama diri sendiri dan juga ke Allah tentunya, mencari inti dari semuanya, sampai waktu pun bergulir sampai pukul 22.00 wib. Yang tadinya semangat mau belajar untuk esok hari akhirnya aku memutuskan untuk mengakhirinya saja karena aku gamau begadang. Dan udah pasrah besoknya mau ngajar apa-apanya.

Keeseokan harinya, aku masih menyimpan kekesalan itu, aku berangkan ke sekolah dengan hati kesal dan pasrah. dan sesampainya di sekolah, apel pun dimulai. Apel hanya diikuti oleh guru-guru yang diisi dengan berdoa sebelum memulia mengajar yang dipimpin oleh guru Ikhwan. Aku dengan pasrah dan seadanya masuk kelas X untuk mengajar prakarya. Dan di kelas ternyata anak laki-lakinya baru dua orang yag hadir, dan murid perempuan pada mengoceh dan melobi aku untuk bercerita saja karena esoknya akan libur. Aku melihat dari kejauhan murid laki-laki bergerombol sedang berjalan dan feelingku pasti mereka males untuk belajar karena bentar lagi mau libur. Tak pikir Panjang lagi, aku pun masuk kelas dan menyapa murid-murid. Seperti biasa layaknya guru di awal pembelajaran melakukan pembukaan dan mengulas materi sebelumnya, beberapa menit kemudian, datanglah gerombolan anak laki-laki kelas tersebut yang sengaja telat, mereka nyengir sambil masuk. Dan seperti biasa aku akan menanyakan alasannya dan disuruh untuk istigfar dan berjanji agar tidak telat. Uniknya ngajar di tempat sekarang adalah, tidak hanya di cara mengajarnya saja aku harus berpikir keras agar anak-anak bisa mengikuti dengan baik, tapi mencari anak-anak yang bolos atau memberikan komitmen kepada yang telat, dan memberikan kesepakatan kepada yang suka izin keluar kelas yang biasanya mereka akan berbelok beli gorengan dan es ke kantin, jadi aku mengikuti ajaran temanku yang katanya kalo ada siswa yang izin ke wc bilang aja “Ibu nitip gorengan ya untuk temen sekelas” mereka hanya nyengir dan berkata "bener ke wc ko bu” atau yang menjawab “siap bu” tapi kembali tanpa membwa gorengan. Yah begitulah, mengajar di kelas besar yang jumlah muridnya tidak hanya 10-20 tapi lebih dari 30 bahkan lebih 40. Guru tidak hanya bersusah payah mencari cara mengajar, tapi mencari murid yang bolos dan telat, kalo aku melihat ada yang bolos dan melihat anaknya lagi di mana, suka aku samperin sih. Dan uniknya lagi, yang bolos itu sedang maen bola atau nongkrong di kantin. Selain itu sebagai balasannya aku mengurangi poin mereka juga agar jera, tapi nyatanya ga jera-jera. Kadang aku berpikir dengan cara apalagi agar mereka bisa berubah. Tapi, yang Namanya manusia, tidak bisa mengubah karakter, yang bisa merubah yakni yang pemegang hati, yakni Allah Swt., jalan akhirnya ya si aku hanya bisa berdoa untuk anak-anakuu itu yang sangat astagfirulloh dan ma syaa Allah itu mudah-mudahan menjadi anak yang sholeh/ah. Ternyata, bolosnya tidak hanya di kelas aku saja, tapi di pelajaran lain juga sama, aku kira mereka tidak menyukai caraku mengajar atau mapelnya tapi memang merekanya saja yang ingin selalu dimanja wkwk.

Duh jadi Panjang. Balik lagi ya, jadi saat itu, aku melihat ada satu murid yang telat dan nengok-nengok dari jendela kelas, ketahuan deh sama aku, aku liat dari pintu dan mereka lari. Hmm memangnya aku mau ajak mereka ucing-ucingan apa. tapi alhamdulillahnya aku tau siapa yang bolos itu, jadi aku bisa mencirikannya, alhamdulillahnya mataku jeli wkwk.

Beberapa menit berlalu aku sudah mulai mau masuk ke materi, dan tiba-tibaa “toktok” suara pintu kelas “bu punten, kata Bapak kepala, anak-anak disuruh untuk ke mushola …..” guru laki-laki memakai baju kemeja putih dan peci di atas kepalanya mengatakan kepadaku. Suara sorak senang membuncah dari dalam kelas aku mengajar “ooh iya pak, ada yang harus dibawa mereka ga pak?” tanyaku. “bawa alat tulis aja bu” jawabnya “iya pak, terima kasih”.

Hmmm sudah pasti ini pertanda pembelajaran hari ini tidak akan kondusif. Aku pun menutup kelas, dan pergi ke kantor.

Di kantor, ibu-ibu berbincang bincang tentang ada kegiatan apa dan apakah pembelajaran berjalan atau tidak. Dan ibu-ibuuu mengobrolkan kalo ga belajar kita akan menengok Mis Zizie yang baru melahirkan di 25 hari yang lalu. Waktu berjalan dan tiba-tiba salah satu guru akhwat dipanggil kepala sekolah dan tentunya bukan aku ya, karena aku masih baru. Namanya bu Alif, setelah dari kepala sekolah bu Alif memberitahu guru-guru akhwat kalo guru akhwat gapapa nengok Mis Zizie saja dan ngajar dibebaskan untuk hari ini. Senyum sumringah pun berkembang dari mulut kami hehe. Kami berlima berangkat ke rumah miss Zizie yang jarakanya sekitar 30 menitan kurang lebih ya. Dan sepanjang perjalanan aku berpikir tentang sayangnya Allah padaku, dan pada hamba-hamba lainnya.

Aku yang tadi malam kesal karena gabisa membuat scenario pembelajaran ternyata Allah mempunyai rencana lain padaku yang membuatku lebih jatuh cinta lagi padaNya. Terima kasih ya Allah.  Allah Maha Baiik sangaaaat baiiiik, dan aku merasa maluuu :( karena masih suka banyak ngeluh. Maafkan aku ya Rabb. tidak hanya itu, setelah nengok Mis Zizie, ternyata sekolah memberikan uang transport kepada yang nengok, dan kami berencana untuk nyeblak.. aah rasanya aku baru merasakan Bahagia dengan guru-guru akhwat di tempat yang baru ini. Di perjalanan aku banyak berpikir juga hikmah dari semuanya, aku berpikir bahwasanya aku selalu meminta untuk dikumpulkan dengan orang-orang yang sholeh/ah. Dan aku merasa bersyukur dipertemukan dengan mereka. Terima kasih ya, dan maaf kalo aku belum bisa terbuka dan belum menjadi diri sendiri di sekolah karena adaptasiku yang tak mudah.

Sepanjang perjalanan aku merasa malu pada Allah dan aku terbuai akan cintaNya. Allahku, maafkan dan ampuni hambamu ini yang masih suka egois dengan rencana yang dibuat, dan masih suka kesal kalo rencanaku tak sampai, dan ternyata rencanaMu jauh lebih indah dibalik rencanaku yang tak seberapa. Ampuni hambaMu ini yang so tau ya Rabb.

Semoga aku bisa lebih belajar dewasa dalam mengambil hikmah. Aamiin

Jazakumullohu khayran katsiron

Selasa, 03 September 2024

bahagia? ulah siapa.


Hai, hari ini tanggal 3 September 2024. Enggk kerasa ya udah hampir mau dua bulan aku enggak merantau. Tapi, rasanya masih sama. Merindu dan kangen merantau. Entah harus sampai kapan aku melewati perasaan rindu ini. Rindu pada tempat yang sudah kuukir tanpa dibawah kaki keluarga sendiri. Mengukir dengan tertatih dan terjaga oleh Allah Swt., yang di dalamnya banyak sekali perasaan dan pembelajaran yang kudapatkan. Dan saat harus berjalan lagi dari nol, rasanya energi dan bekalnya sudah tidak sekuat dahulu. Ya, aku saat ini seperti terlalu payah untuk memulai. Pasalnya, aku belum menerima dengan baik kondisi dan segala hiruk pikuk di tempat baruku. Ternyata, adaptasi itu tidak semudah yang dibayangkan dan diucapkan orang-orang ya. Hmm, bisa jadi sih karena akunya yang belum mau membuka lembaran baru secara lebar-lebar. Karena aku belum bisa menghapus cita dan cintaku yang dahulu. Dan karena aku belum bisa menerima hal yang baru.

Dan ternyata berjalan sendiri lagi dengan atau tanpa support keluarga sesuai yang diinginkan itu tidak sesuai ekspektasi yang dibayangkan. Dan, lebih lelah rasanya. Hmmm padahal ini baru dua bulan kan? Aku udah sepayah ini, sikapku banyak yang berubah, kondisiku juga banyak yang berubah, lebih payah deh dari di tempat sebelumnya. Kasian pokonya kalo ngeliat aku yang sekarang. Sekali lagi, ini baru dua bulan, lantas, bagaimana dengan bulan-bulan selanjutnya? Kayanya aku harus lebih berjuang lagi untuk bangkit, walao entah dengan cara apa lagi aku bisa bertahan tanpa merasa tertekan. Kecuali, atas izin dan kekuatan dari Yang Maha Esa, Allah Swt.,

Kadang, aku malu. Malu melihat teman-temanku di luar sana yang di usiaku sudah mempunyai suami, mempunyai anak, melanjutkan S2, S3, bahkan ada yang sampai sudah diangkat pegawai Negeri, atau ada yang sudah hafal berjuz-juz Al quran dan sampai hatam. Lantas, aku sendiri, masih dengan kondisiku yang lemah, masih sendiri, masih di jenjang yang belum menuju ke jenjang selanjutnya, dan masih menjadi guru honorer yang mengajarkan sesuatu yang tidak sesuai mapelnya dengan gaji yang tidak seberapa. Tanggapan keluarga? Tau sendiri bagaimana. Tertekan karena kadang menyuruhku untuk segera nyari jodohlah, ikut tes ini itu lah, lanjut es2 es esan lah ahhh gitulah pokonya walau mereka g maksa dan anya bisa berbicara berbicara dan berbicara tanpa mensupport dan memberikan solusi jelasnya diriku seperti bertambah menurun dan payah. Payah sekali kan diriku saat ini.

Aku punya cita-cita sangat mulia, hanya saja semuanya dirombak dan hancur karena keluarga. Tapi ini memang aku yang memutuskan atas dasar tekanan yang kalo dikembalikan ke masa lalu pasti tidak ada yang mau disalahkan. Ya, semuanya memang salahku. Karena manusia hanya ingin merasa dirinya paling benar dan tidak mau disalahkan. Kalo mau flashback, rasanya sakit dan sedihnya masih belum berkurang jika tiba-tiba datang, sakit. Dadanya sakit sampai sesak jika dibayangkan sambil menangis. Masih teringat dengan jelas, sebelum aku berpindah dari tempat itu, aku selalu saja diberikan nasehat dan omongan-omongan agar aku bisa segera pindah dari tempat tersebut. Sebenarnya bukan hal baru ucapan-ucapan dari keluarga baik kakak ato orang tua sendiri yang menyuruhku untuk segera pindah. Tapi sudah dari beberapa tahun yang lalu. Entah, mereka sepertinya cemburu atau memang sengaja agar aku di rumah dengan kondisi seperti sekarang. Ingatanku sangat jelas, kala aku sedang bersedih dan minta support bahwasanya aku bingung apa bisa tidak melewati kehidupan diluar zona nyaman, tapi nyatanya sarannya sungguh sangat membuatku terisak sampai terseduh. Ucapan dari keluarga yang membuatku semakin sakit, dan tertekan. Hingga aku menjadi seperti sekarang.

Katanya, orang itu bisa berubah karakternya karena factor lingkungan. Dan mungkin aku salah satu orang yang berubah karena lingkungan tersebut. dan aku sangat agak membenci diriku saat ini. karena aku seperti bukan aku yang dahulu. ku kehilangan energi, kehilangan semangat, walau aku jalani segala hiruk pikuknya. Walau ini harus kutanggung karena keputusanku saat itu yang sangat tertekan. Mungkin, ini fase ujian sakitku. Maaf ya, wahai diri. Kamu dibawa oleh jiwa yang rapuh sampai titik ini. Kamu selalu menanggung beban kekesalan dan kesedihan jiwa yang harusnya menanggung resiko atas pilihannya sendiri. Kamu jarang membahagiakanmu sendiri dan lebih mementingkan keinginan orang lain. Kamu itu berhak Bahagia, hanya saja mungkin kamu tidak tau cara menjemput bahagiamu sendiri. Kamu mau kan memafkan dirimu sendiri yang lemah ini, windaningsih? Maafkan keluargamu juga ya, mereka itu sayang ko sama kamu, hanya saja cara-caranya mungkin di luar ekspekstasimu, tidak seperti orang tua atau keluarga teman-temanmu yang sangat ramah dan lembut itu. Maafkan mereka ya..

Ya, kali ini aku hanya bisa berdoa dan berikhtiar semampuku untuk bisa mengambil kembali senyum dan tawaku. Mudah-mudahan ada kebahagian yang lebih yang bisa menghilangkan kesedihan terpahit yang kualami saat ini. Yang bisa membuat cita dan cinta baru yang lebih indah. Aamiin  

Maaf, dan terima kasih, wahai diri.

Semangat terus yaa, sampai kamu menemukan titik indah itu. Keep fighting, kamu ga sendiri ko, ada Allah yang membersamai.😊

Rabu, 07 Agustus 2024

Emosi

 

Emosi adalah sebuah perasaan yang muncul atas respon dari sesuatu. aku mau sedikit sharing hasil dari ikut seminar parenting bersama bu Silly Risman waktu itu.

Setiap manusia, mempunyai emosi sejak lahir. Itulah kenapa bayi yang lahir bisa langsung menangis. Karena itu salah satu respon perasaan dia lahir ke bumi. Yang awalnya ia harus berada di dalam perut ibu bersama organ-organ lainnya, berdesak-desakan, hanya menghirup udara di dalam tanpa merasakan udara di luar, dan ia tiba-tiba lahir ke bumi pastinya ada respon dari bayi tersebut. Itulah kenapa ia menangis ketika lahir. Jadi, semenjak lahir, kita ternyata sudah mempunyai emosi, tanpa kita sadari bahwa itu adalah sebuah emosi. Bener ga? Jujurly, aku juga sama, baru tau setelah mendapat info tersebut wkwk. Ternyata sudut pandang emosi itu luas.

Latar belakang kenapa aku tertarik untuk belajar lebih dan mengikuti seminar/kajian ini adalah karena yang kutahu selama ini emosi adalah luapan marah. Udah, hanya itu. Ternyata dibalik itu, banyak sekali emosi-emosi yang mungkin baru diketahui, kata beliau ada skeitar ratusan emosi itu kalo mau bener-bener kita mindfull dan menyadarinya, hanya saja orang-orang malas dan tidak mau belajar lebih dan bahkan banyak yang salah dalam mengelola emosi, alhasil orang-orang terdekat akan selalu kena semprot kala ia sedang beremosi, seperti marah, kesal, atau kecewa. Padahal yang salah itu dirinya sendiri yang tidak bisa mengelola emosi tapi temen-temen atau keluarganya yang kena. Itulah, kebanyakan dari diri kita masih belum bisa mengelola emosi dengan baik.

Banyak orang yang tidak mengerti cara menyampaikan emosinya. Kenapa ada emosi? Karena manusia makhluk social yang setiap hari berinteraksi dengan manusia yang lain. Penting sekali untuk belajar, agar kitab isa menjadi manusia social yang baik walau kadang kita menjadi landak, yang suka menyakiti orang lain. Iya, manusia itu punya potensi untuk saling menyakiti, olehnya, kita harus bisa menjadi landak yang baik, ets bukan beneran jadi landaknya ya, maksudnya adalah menjadi manusia yang walau kadang menyakiti orang lain tapi tetep menjadi baik dan menyadari kesalahan kita.

Emosi sangat berkaitan dengan ingatan, yang otomatis kaitannya jelas dengan otak kita. Jika kita tidak selalu menggunakan otak kita untuk berpikir, merasai, dan menyadari emosi, maka kita akan seenak jidat dalam menyampaikan emosi. Missal, bukti dari seorang anak yang selalu diburu-buru, dibentak orang tuanya yang akan mengakibatkan anak tertekan emosinya dan tidak bisa menyampaikan emosinya dengan baik. Efeknya, anak akan terganggu hati dan pikirannya karena diburu-buru, efeknya anak akan merasa takut dan mengikuti adegan membentak orang tuanya suatu saat nanti karena melihat langsung bagaimana cara ‘membentak’ itu dari orang tuanya. Segala hal yang orang tua atau terdekat kita menyampaikan emosinya dengan cara tak baik akan terekam oleh anak bahkan kata Bu Sil, akaaaan terekam sampaiii anak itu menikah, dan sampai mempunyai anak. Seramnya polanya akan diikuti oleh anaknya untuk cara mendidik ke anaknya. Ngeri? Betul. Apalagi orang tua yang sering KDRT di depan anak, sampai membanting meja, kursi, kaca, dsb. Nauzubillah… itulah salah satu contoh penyampaian emosi yang salah. Maka, ilmu lagi-lagi ilmu yang bisa menyadarkan dan mengubah.

Emosi itu sangat berpengaruh pada tubuh kita. Seperti halnya ketakutan yang tinggi, jika ia tidak bisa mengelola emosinya dengan baik maka bisa merusak tubuhnya. Reaksi tubuh akan gemetar, degdegan berlebihan, bahkan terasa sesak.

Emosi akan dipengaruhi oleh: usia, interaksi social, pengasuhan, dan ilmu.

Emosi Vs Mood. Emosi akan berjalan sebentar tapi terus menerus, datang dan pergi. Tapi mood adalah salah satu emosi yang berlangsung lama, jika yang datang negative terus berarti ia tidak bisa mengelola emosinya dengan baik.

Tips mengelola emosi: 1) bisa dikatakan sehat kalo ada keseimbangan antara akal dan perasaan. Pake otaknya untuk berpikir; 2) emosi kalo ditahan akan stress, depresi fisik, dan pengaruh agresif dsb, 3) rasakan emosi, kenali emosi, dan kelola sesuai emosinya; 4)banyak-banyak refleksi diri dan segera perbaiki;

Emosi sedih. Apakah kita ga boleh merasakan sedih kalo lagi sedih? Berdasar pengalaman dan penelitian pribadi, orang akan merasa gengsi jika mengekspresikan sedih apalagi di depan orang, akan merasa malu dan takut orang ngomong apa dan banyak hal lainnya… kalo dari segi ilmu, itu salah pengelolaan. Kalo kita sedih, ya gapapa, rasai saja sedihnya, mau nangis? Ya gapapa, jangan ditahan-tahan, jangan ditekan-tekan. Biarkan orang lain mengira kita cengeng, tukang nangis dan sebagainya, karena yang merasakan sedihnya kita bukan orang lain kan? Allah memberikan kelenjar air keringat untuk apa? Keringat yang keluar kan? Begitupun dengan kelenjar air mata. Untuk apa kalo bukan untuk air mata? Sayangnya banyak orang yang ditahan menangis, ditekan untuk tidak menangis yang katanya akan jadi kuat kalo ga nangis, padahal semakin dewasa dia ditekan untuk tidak menangis, ditekan untuk tidak digunakan kelenjar air matanya. Dia akan bingung mengekspresikan diri kalo sedih, dia akan merasa sesak sesesak sesaknya kala ia menangis suatu hari nanti, dan ia akan bingung harus bagaimana memberhentikan tangisannya. Karena, ia diasuh sejak kecil untuk selalu diam kala ia merengek. Missal, anak kecil jatuh terus menangis, orang tua kadang suka mengatakan begini “udah jangan nangis, jangan jadi anak cengeng” kata bu Sil, itu salah caranya. Justru kita harusnya membiarkan ia untuk merasakan rasa sakit akibat jatuh yang ia sedang alami. Dan tangisan itu sebuah respon kesedihan dia karena jatuh dan jika sudah agak reda, kasih pemahaman ke anak. Dan itu hal wajar bagi anak kecil jika menangis. Jika anak terus-terusan ditekan, ia akan menjadi anak yang tidak bisa mengelola emosinya dengan baik. So, sudah berapa lama kamu tidak memfungsikan kelenjar air matamu? Kalo ga boleh sedih kenapa Allah kasih kita kelenjar air mata? Sadarlah wahaiii manusiaa hihi

Jujurly, akupun baru tau. Karena aku lahir dari orang tua yang pola asuhnya bisa dikatakan sedikit otoriter, atau mungkin otoriter, yang di mana kalo menangis dikit aja langsung disinggung untuk berhenti, dan itu efek ke diri aku sekarang, kalo nangis susah berhentinya dan agak sesak dikeluarkannya. Suerr.. tapi lambat laun aku bersyukur atas ilmu ini dan terus mencoba untuk memahami emosi-emosi yang hadir.

Emosi marah. Kenapa orang marah? Karena ada emosi dalam dirinya yang masuk hasil dari respon sekitarnya.

Mengelola emosi marah yang baik adalah pertama kali harus kita sadari bahwa kita sedang marah. Lalu proseslah otak gimana caranya agar emosi tersebut bisa dikelola dengan baik. Apakah dengan melampiaskannya ke orang lain sambil mukul-mukul? Sambil teriak-teriak? TIDAK. Itu bukan cara yang baik. Dalam islam, kalo marah apa yang diajarkan? Good, berta’awudz atau istigfar, berwudhu kalo masih merasa marah atau langsung sholat itu akan lebih baik. Tap ikan kadang kita gabisa ya berkespektasi gitu karena kebiasaannya ga gitu. Bener ga? Kalo kita udah sadar, dan berta’awudz dan istigfar, tenang diri dan refleksikan diri cari jalan keluar yang baik dengan kepala dingin kalo memang ada masalah yang harus diselesaikan…

Memang susah untuk mengelola emosi sekalipun kita udah tau ilmunya, tapi akan jauh lebih susah dan kasihaaan sekali kalo kita gatau ilmu dan ga mau belajar untuk mengelolanya… toh yang rugi kita sendiri kan.

Sadarilah wahai kawan, segala emosi yang hadir baik sedih, senang, kesal, marah, dll itu datangnya dari siapa? Good, dari Allah Swt.,ketika sedih rasakan sedihnya, ketika senang rasakan senangnya, ketika marah, rasakan marahnya… bangkit dan muali berpikir untuk bisa menyampaikan emosi dengan baik dalam diri kita.

Kebenaran datangnya dari Allah, dan kekurangan datanganya dari saya pribadi,

Semoga bermanfaat.

Sekian

 

hampa

 menjadi bukan diri sendiri itu bukan kemauannya

luluh hanya bisa didapati oleh keteguhan hati dan doa

memikirkan, meringkik, mencari sesuatu yang tak pasti bukan solusi

menjalani dengan mencoba teguh adalah proses penerimaan

terdiam sejenak, menghirup udara segar dengan mencari sampai ujung renjana

berharap hadir suasana bahagia dan  tenang yang kian hari kian lapuk begitu saja

dan ia harus merakit dengan penuh ringkik kesendirian, dari titik nol kembali

kepada siapa ia pinta

manusia hanya bisa membuat kecewa

tapi Allah selalu ada dan menemaninya

harapnya hanya padaNya.

Laa hawlaa Walaa Quwwata illaa billaah...


Selasa, 30 Juli 2024

Juli 2024

 

QS. Al-Baqarah ayat 216. Tepat kurang lebih dua bulan yang lalu, ia membuka Alquran dan menemukan ayat itu yang membuatnya meneteskan air mata saat membacanya dan hampir membutuhkan waktu kurang lebih 2 pekan untuk bisa melanjutkan ayat selanjutnya. Seperti sedang ditohok dan ditampar habis-habisan yang ia kaitkan dengan kehidupannya saat ini. Berat sekali rasanya, dan mungkin ini adalah kali pertama mendapatkan ujian yang setiap harinya selalu ia pertanyakan hikmah apa yang ingin Allah berikan padanya.

Sebuah tanggungan, sebuah pilihan yang melaju kala ia benar-benar ingin meninggalkan tempat terindah dan ternyaman dalam hidupnya dengan sangat teriris hatinya saat mengutarakan hal tersebut kepada mereka. Berkali kali ia pikirkan, berkali kali ia istikhorohkan, ia tak dapat jawaban pasti. Yang ia dapati setiap kali pulang selalu mendapat ceramah tentang orang tua. Entah dari orang tuanya langsung, dari kakak-kakaknya bahkan adiknya yang selalu diam dan cuek pun kadang pernah menjadi tim kemenangan mereka. Rumit, memang hidup itu penuh kerumitan kalo kita sendiri yang menganggapnya rumit. Dan itu kala ia mendapatkan kerumitan versinya yang bertubi-tubi keraguan datang saat memilih untuk pergi. Hingga suatu ketika, saat ia merasa bersedih karena membayangkan akan meninggalkan tempat itu, ia mencoba ingin mendiskusikannya kembali dengan orang tuanya mungkin ada jalan lain selain harus pergi, mungkin mereka mau luluh dengan apa yang ingin dipilihnya. Ia hanya bertanya, kenapa hati rasanya berat saat memutuskan untuk usai di tempat indah itu. Tapi bukannya mendapat support dan kekuatan lebih agar ia bisa memilih dengan nyaman dan aman, tapi ia merasa sakit hati dengan jawaban salah satu orang tuanya(mudah-mudahan Allah mengampuninya). Beliau berkata melalui pesan saat itu padanya, beliau mengatakan bahwa “terserah, kamu sudah besar pasti bisa lebih memilih mana yang terbaik orang tuamu atau orang lain” deg!jleb! kurang lebih begitu sih kata-katanya. Okey, kalo kamu jadi ia ketika sedang sedih dan butuh support untuk lebih tenang dan diberikan perkataan seperti itu, gimana perasaanmu? (silakan jawab sendiri ya). Seakan-akan saat itu hidup itu menenggelamkannya, dan bukannya tambah yakin, jadi tambah sedih dan ia merasa tak ada pilihan lain. Semua orang jika dihadapkan perkataan seperti itu dan dengan posisi seorang Wanita yang belum menikah sudah pasti akan memilih orang tuanya, kan? Itulah awal mula rasa sakit semakin menjadi. Ia seperti dipaksa untuk memilih keadaan yang mungkin bukan pilihan keinginan dia sepenuhnya. Tapi bukan berarti ia lebih memilih orang lain. Dalam pikirannya terlintas, memang tak ada solusi lain selain harus pergi? Ia seolah sudah beku dan pasrah. Apalagi saat di awal – awal kepulangannya yang disambut biasa saja. Hampir tiap malam, tiap sholat, ia menangis tersedu jika teringat segala hal kenangan dan rasa sakitnya yang membuat ia terbesit pikiran, apakah orang-orang tidak mengerti perasaannya? Apakah ia tak boleh Bahagia? Apakah mereka tidak pernah merasakan kehilangan sepahit ini? Kehilangan tempat yang selalu mendorong dia untuk terus mendekatkan diri pada Allah, tempat yang setiap harinya ia bisa mendapatkan banyak sekali kebaikan, tempat di mana ada teman-teman baik nan sholeh-ah yang selalu mengingatkan dan menguatkannya, tempat di mana ia bisa tersenyum lepas, tertawa lepas, dan tempat di mana ia mendapatkan banyak pembelajaran dengan segudang kebaikan yang ada di dalamnya, serta tempat di mana setiap pagi dan sore ia bisa memandang pemandangan yang sangat takjub dan tak pernah ia sering lihat di luar sana, ma sya Allah. Apakah mereka merasakann? Sepertinya tidak begitu detail, karena mereka belum pernah merasakan utuh seperti yang ia rasakan, walau mungkin mereka pernah kehilangan tapi hanya sebatas kehilangan, tidak dengan kasih sayang yang ia pernah ukir bertahun tahun di dalamnya. Hm, berat sekali memang.

Lambat laun, ia mencoba untuk menerima, segala konsekuensi yang ia pilih karena bisa jadi Allah akan memberikan sesuatu yang jauh lebih baik dari kehilangan tersebut. Aamiin

Yang mungkin caranya ia harus merasakan terlebih dahulu kepahitan dan keluar dari zona nyamannya agar bisa lebih berkembang dan bisa lebih menerima kondisi di luar zona nyaman. Yang bisa jadi ini menjadi ladang amal ia Allah kasih kesempatan untuknya berbakti. Setiap hari ia selalu meminta pada Allah untuk dikuatkan dan dimudahkan untuk menerima segala hal yang ada. Iya, mencoba untuk menerima.

Tapi ia mulai resah kembali saat kakaknya membantunya untuk mengajar di tempat baru. Tempat yang sangat berbeda jauh dengan sebelumnya. Yang dulu ia muridnya paling maksimal 20 orang yang pernah ia ajar, sekarang ia harus mengajar dengan murid maksimal 40 lebih.  Yang dulu tempat ia ngajar muridnya sangat nurut tak pernah ada yang suka alfa atau bolos, sekarang ia harus mengajar yang setiap harinya pasti aja ada yang alfa/bolos/telat. Yang dulu ia mengajar bisa hanya dengan sedikit berbicara menggunakan metode power point, sekarang tak bisa, ia harus mengeluarkan segala ide dan suaranya saat mengajar karena kondisi fasilitasnya tidak sebaik dengan sekolah yang dulu ia ajar. Yang dulu ia hanya mengajar satu mapel, sekarang ia tiba-tiba diberi amanah 3 mapel dengan 2 mapel belum ia kuasai. Wajar, kalo setiap kali ia selesai mengajar pulang ke rumah bisa langsung rebahan setelah usai bersih-bersih diri. Tapi lagi-lagi orang-orang terdekatnya tidak memahami ia. Kasihan sekali ya hihi.

Dari sebuah kehilangan, kemudian dipaksa keadaan untuk menerima keadaan di lingkungan yang baru yang sangat berbeda dengan yang sebelumnya, pastinya ia butuh proses penerimaan diri yang tak mudah.

Ia pasti merasa rungsing, merasa stress, merasa gatau harus berbuat apa selain menerima, dan sempat juga merasa apakah ia harus enyah saja dari kehidupan agar tidak menjadi beban orang terdekatnya. Wkwkwk pikirannya pernah sampai sekacau, ia jadi sering murung, meratapi nasib tiada henti tiap hari sambil berpikir keras apa sih yang ingin Allah kasih ke dia, pelajaran apa yang ingin Allah beri ke dia sampai pada titik ia harus menerima keadaan ini. Ia kesal  kepada orang tua dan kakak-kakaknya yang memberi ide untuk berada di lingkungan baru tersebut. Dan setiap kali ia bercerita dan mengatakan perasaan tentang kondisi ia selama di tempat kerja barunya,selalu saja yang ia dapati adalah ceramah hihi disuruh untuk lebih banyak bersyukur, disuruh untuk dijalani dan dinikmati, pokonya diceramahi berkali kali. Hingga ada satu waktu ia pernah bertanya bahwasanya kalo ia memilih kembali ke lingkungan lama gimana? Lagi-lagi kena semprot ceramah panjang kali lebar dan tinggi bahwasanya ia disuruh milih lagi, tapi anehnya pilihannya itu mengarah ke arah ia harus tetap di lingkungan yang baru wkwkwk. Percuma kan ngasih pilihan? Percuma juga ia bertanya wkwkw, kasian sekali ya dia, gaada yang support hehe. Kalo ga salah kata-katanya tuh gini : “kalo kamu merasa ga enak sama orang yang di sana silakan kembali ke sana, tapi kalo kamu ngerasa ga enak sama orang tuamu ya silakan jalani yang di sini” coba perhatikan dari diksinya, pasti secara logika arahanya tetap harus di tempat. Aneh kan orang-orang terdekatnya wkwk.

Dan sekarang, ia hanya bisa menerima dan menjalani dengan penuh kesabaran dan pengharapan agar orang-orang terdekat luluh dan memahami keadaannya. Dan ia pun sangat berharap jika ada waktu untuk bisa keluar dari tempat kerja barunya, mudah-mudahan Allah beri jalan dan digantikan dengan tempat yang jauh lebih baik dan ditemukan dengan ornang-orang yang selalu mengingatkan dan menguatkan ia disetiap episodenya tentunya yang sholeh-sholehah. Dan tempat kerja yang bisa mendorong ia terus beribadah pada Allah sesuai syariatNya. Aamiin

Mudah-mudahan Allah kuatkan ia dan memudahkan segala urusannya..

Mudah-mudahan ia wafat dalam husnul khotimah. Aamiin

Tolong doakan ia ya,