Sabtu, 02 September 2023

Sendiri

 Hiruk pikuknya dunia tak bisa mengambil keputusan bahwa seorang hamba kesepian. Yang namanya hidup pasti akan merasakan sepi, apalagi hidup merantau yang notabenenya kamu hanya seorang diri di tempat rantau. Harus bisa apa-apa sendiri seperti mencari makan sendiri, nyuci sendiri, makan sendiri, jalan-jalan pernah sendiri, berharap sendiri, luka sendiri, dan menyembuhkan luka sendiri eh.. hihi.

dunia itu unik ya, kalo kita terlena di dalamnya maka akan semakin membuncah keinginan mencintai dunia. pun sebaliknya, maka benar kalo kita tidak boleh berlebihdan dalam menyukai sesuatu. Begitupun dengan kesepian. dulu, dinginnya angin malam yang selalu melanda diri ini ketika berangkat mengaji sendiri membuatku ada rasa takut, rasa minder, gengsi, bahkan merasa bahwa orang-orang tidak peduli. ya, teringat saat aku SMP saat di mana kakak-kakaku udah selesai mengaji di Kiyai seberang selatan, aku sendiri. saat SMP, aku masih mengaji dengan kondisi harus melewati SD, perumahan kecil untuk bisa sampai di mushola kecil yang letaknya harus masuk gang dan beberapa pekarangan untuk sampainya. Anehnya adalah orang-orang di sekitar tidak tertarik istiqomah untuk mengajarkan anak-anaknya pada salah satu Kiyai ternama yang suka menjadi Imam di Mushola tersebut dengan alasan lama ngajinya, ga selesei-selesai, galak gurunya dan masih banyak alasan lainnya, tetapi orang tuaku berbeda, sekali saja tidak berangkat diomelinnya ratusan kali ma sya Allah itu saking sayangnya. Pernah suatu ketika karena aku merasa bahwa rasa malas dan mindernya sangat besar untuk berangkat mengaji dan aku beralasan ikut ekstrakurikuler Karate yang magrib baru pulang, aku bolos mengaji. Hampir sebulan kalo tidak salah. Ibuku geram, kesal pasti ada, dan beliau langsung menasehatiku agar aku bisa menyelesaikan bacaan Qur'annya sampai khatam di Kiyai tersebut. saat itu telingaku tiap harinya pasti berisikan omelan Ibuku agar aku berangkat mengaji. aku yang sudah terlanjur malu karena udah hampir sebulan tidak berangkat. Keukeuhnya seorang Ibu yang ingin sekali anaknya tuntas mengaji, beliau pergi ke rumah Kiyai tersebut untuk mengulang atau mengajarkan kembali aku mengaji walau aku hanya seorang diri.. huufft ada rasa patah semangat, kesal, malas, dannn beribu-ribu alasan dalam otak untuk tidak mau, tapi hati kecil berkata agar aku menuruti Ibu. Bayangkan saja jika kamu jadi aku. Sebelum magrib atau pas magrib kamu berangkat sendiri, melewati SD, melewati jalanan, melewati perumahan dengan jalan kaki dengan tiap jalannya kadang ketemu orang kadang dilanda sepi dengan sepoiny anginnya dan pulangnya kamu harus selalu waspada karena seorang perempuan sendiri dan harus memberanikan diri agar tidak takut dengan tetangga sebelah rumah, yakni kuburan. kayanya jarakmya cuma lima langkah deh, bayangkan apalagi kalo ada yang baru meninggal. jailnya orang-orang di desa aku adalah suka menakut-nakuti dan bertanya pada kami penghuni rumahh di sebelah kuburan "apakah tidak pernah menanggui kalo ada yang baru meninggal?" rasa deg dalam diri terus terbayang sampai malam sampe gabisa tidur, alhamdulillahnya tidurnya sama kakak  jadi merasa ada yang menamani wk, tapi yang namanya adek kalo sekamar dengan kakak itu harus siap segala hal, siap disuruh beres-beres, siap untuk ditendang-tendang kalo tidur, siap jatah wilayah tidurnya ga seluas kakak, siap diomelin kalo lagi diem tapi dirasa mengganggu.. pokonya harus siap dan sabar wkwk... tapi aku percaya itu semua karena beliau-beliau sayang. maaf ya kak hehe. dan alhamdulillahnya atas izin Allah tentunya aku bisa menyelesaikan mengaji dengan Kiyai tersebut, dan malunya itu kalo di desaku ada yang yang khatam ngaji pasti ada syukuran. malunya aku adalah lagi-lagi aku hanya seorang diri tapi orang tuaku karena ingin mengapresiasi diriku yang bertahan sendiri mengaji sampai selesai maka syukuran tetep diadakan dengan membuat tumpengan atau makanan yang dibagikan ke tetangga. tapi syaratnya aku harus baca beberapa ayat Qur'an sembari dipers]dengarkan Kiyai dan tetangga. Pengalaman paling malu salah satunya ya itu... tapi aku tau semua itu bentuk dasar kasih sayang orang tua. Itu salah satu pengalaman sendiriku yang melekat sampai saat ini. bahwa berjalan sendiri itu tidak enak sebenernya tetapi jika tidak ada jalan lain dan kita harus sendiri, jalani jangan dihindari karena yang namanya hidup bukan berarti melulu kita harus ditemani, ada kalanya orang seperjuangan dan temen dekat kita pergi tiba-tiba meninggalkan dan kita harus siap untuk menghadapi itu semua. aku saat ini ingin berterima kasih kepada Allah yang masih menjaga diri ini sampai detik ini, berterima kasih kepada orang tuaku yang tak pernah bosan mengingatkan dan memberikan kasih sayang sampai detik ini dan kepada teman-teman yang pernah kutemui dan kini kita sudah tak lagi sama tempat juangnya, terima kasih atas warna hidup yang pernah diberikan. mudah-mudahan kita semua bisa mengambil hikmah dalam setiap kejadian dan Allah kumpulkan kembali kita di syurganya. Aamiin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar